Ilustrasi Hukum

Hubungi Kami

Jasa Pembuatan Tulisan Hukum oleh Akademisi FH UI sejak 2012.
Menyediakan layanan penulisan Artikel, Makalah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi
dengan muatan teori & materi hukum yang padat dan terpercaya.

📧 Email: fokuskuliahgroup@gmail.com

📱 WhatsApp: Klik untuk Chat Sekarang

💬 Konsultasi Gratis via WhatsApp

Kamis, 19 Januari 2017

ANALISIS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 39/PMK.03/2016 TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN

 
Di Tanggal 23 Maret 2016, Menteri Keuangan RI mengeluarkan peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2016 Tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 Tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang berkaitan dengan Perpajakan. Peraturan ini merupakan perubahan kelima dari peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013. Sebelumnya, peraturan Menteri Keuangan tersebut juga telah diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.o3/2013; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.03/2013; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.03/2013; dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.03/2014.
Yang patut diperhatikan dari Permenkeu ini adalah, nasabah kartu kredit akan digunakan datanya untuk penggunaan kepentingan perpajakan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menyisir potensi penerimaan pajak dari wajib pajak perorangan. Data transaksi kartu kredit disampaikan secara bulanan dengan catatan disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya. Data yang disampaikan adalah nama bank, nomor rekening, pemilik kartu kredit, ID merchant, nama merchant,nama dan alamat pemilik kartu, Nomor IndukKependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik kartu, bulan tagihan,  tanggal transaksi, rincian dan nilai transaksi, serta kartu kredit[1].
Dalam Permenkeu tersebut, diatur setidaknya sebanyak 23 bank penerbit kartu kredit diwajibkan untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Adapun ke 23 bank tersebut antara lain[2]:
  1. Pan Indonesia Bank
  2. Bank ANZ Indonesia
  3. Bank Bukopin
  4. Bank Central Asia (BCA)
  5. Bank CIMB Niaga
  6. Bank Danamon
  7. Bank MNC Internasional
  8. Bank ICBC Indonesia
  9. Bank Maybank Indonesia
  10. Bank Mandiri
  11. Bank Mega
  12. Bank Negara Indonesia (BNI)
  13. Bank OCBC NISP
  14. Bank Permata
  15. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
  16. Bank Sinarmas
  17. Bank UOB Indonesia
  18. Standard Chartered Bank
  19. HSBC
  20. Bank QNB Indonesia
  21. Citibank NA
  22. BNI Syariah
Serta satu lembaga penyelenggara kartu kredit  yaitu AEON Credit Services.
Berdasarkan Kutipan berita dari CNN Indonesia, bahwa Nasabah Resah DJP bias intip data kartu kredit. Salah seorang  nasabah menuturkan bahwa ia  sangat keberatan akan hal tersebut. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan UU Perbankan yang mengatakan data nasabah adalah rahasia perbankan. Seharusnya, data-data yang bersifat rahasia boleh dapat diakses jika seorang nasabah terlibat tindak pidana maupun perdata[3].
Haruslah terlebih dahulu diketahui mengenai konsep rahasia bank itu sendiri. Definisi rahasia bank menurut Munir fuady adalah hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang – undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya[4].
Rahasia Nasabah menurut UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Namun UU tersebutdirubahdengan UU No. 10 Tahun 1998. Menurut UU ini,  Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Terhadap rahasia bank tersebut, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan pengecualian terhadap rahasia bank, yakni sebagai berikut:
  1. Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Mentri Keuangan ( Pasal 41 ).
  2. Untuk meyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang  dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 41 A ).
  3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada jaksa, polisi, atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 42 ).
  4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izim Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 42 ).
  5. Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 44 ).
Jadi jelaslah bahwa yang dijadikan dasar peraturan menteri keuangan tersebut adalah Pasal 41 UU No 10 tahun 1998 sehingga untuk kepentingan perpajakan maka Peraturan tersebut tidaklah melanggar kerahasiaan bank. Namun, sebagai catatan bahwa dalam melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan tersebut terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari Bank Indonesia.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sendiri mengatakan penerbitan Permenkeu tersebut untuk melihat profil belanja dari pemilik kartu kredit. Ia mengatakan bahwa DJP ingin mencocokkan antara kartukredit yang dimiliki seseorang dengan profil pajaknya, dengan mencontohkan bahwa seseorang yang menulis dalam data Wajib Pajak pendapatannya adalah 5 juta rupiah, tapi belanja dengan kartu kredit 20 juta rupiah, berarti pendapatan 5 juta tersebut merupakan data yang tidak cocok dan harus diperbaiki[5].
[1]Fitri N. Heriani, “PemilikKartuKreditWajib Baca PeraturanTerbaruIni”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5705d666e830d/pemilik-kartu-kredit-wajib-baca-peraturan-terbaru-ini, diunduhpadatanggal 13 April 2016.
[2]KurniasihMiftakhulJannah, “Kini, DitjenPajakBisaIntip Data TransaksiKartuKredit”, http://economy.okezone.com/read/2016/03/31/20/1350060/kini-ditjen-pajak-bisa-intip-data-transaksi-kartu-kredit, diunduhpadatanggal 13 April 2016.
[3] Elisa Valenta Sari, “NasabahResahDitjenPajakBisaIntip Data KartuKredit”, http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160330175422-78-120611/nasabah-resah-ditjen-pajak-bisa-intip-data-kartu-kredit/, diunduhpadatanggal 12 April 2016.
 
[5]DikoOktara, “PajakKartuKredit, Menkeu: HanyaInginLihatProfilBelanja” https://m.tempo.co/read/news/2016/04/02/087759151/pajak-kartu-kredit-menkeu-hanya-ingin-lihat-profil-belanja, diunduhpadatanggal 12 April 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS KRITIS TATA CARA TAHAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

  A.     Pendahuluan Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fondasi utama dalam mewujudkan negara hukum yang demokratis. Melal...