Skip to main content

PERBANDINGAN PERLINDUNGAN PATEN DI SINGAPURA DAN DI INDONESIA BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN

1. Pendahuluan
Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat telah mendorong adanya globalisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Barang atau jasa yang hari ini diproduksi oleh suatu negara, di saat berikutnya dapat dihadirkan oleh negara lain. Kehadiran barang dan jasa yang selama prosesnya menggunakan HKI, maka memerlukan perlindungan HKI atas barang yang bersangkutan. Perlindungan HKI pada awalnya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara atas ide atau hasil karya warga negaranya, karena itu HKI pada pokoknya bersifat teritorial kenegaraan karena bersifat teritorial kenegaraan, maka menjadi jelas mengapa melindungi HKI menjadi hal penting bagi negara-negara di dunia saat ini termasuk Indonesia. Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya saat ini melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah pada penguatan dan pendalaman struktur industri yang mendukung kemampuan teknologi, sehingga terjadi pergeseran struktur ekonomi nasional Indonesia dari struktur agraris ke struktur industri.
Dalam masyarakat modern, penghargaan terhadap hasil pengetahuan, seni dan budaya diakomodasikan melalui pemberian hak eklusif bagi para inventor, yaitu pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual (HKI). Indonesia telah mengatur mengenai HKI, melalui berbagai undang-undang. Berbagai pengaturan mengenai HKI tersebut juga berfungsi sebagai pelengkap dari Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Dalam upaya perlindungan terhadap inventor telah diterbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Tujuan pemberian paten oleh Negara/Penguasa kepada si penemu pada umumnya dirangkum dalam dua tujuan yang seolah saling bertentangan yaitu, pada satu sisi adalah untuk memberikan insentif bagi penemu, dengan tujuan agar pemberian perangsang tersebut dapat merangsang untuk dilakukannya penemuan-penemuan baru yang lain atau pengembangan dari penemuanpenemuan yang terdahulu dari orang yang sama maupun dari orang lain. Penemuan-penemuan baru yang kemudian dilaksanakan pasti akan membawa kemajuan-kemajuan bagi masyarakat dalam bentuk kemajuan di bidang ilmu dan teknologi, yang pada gilirannnya ilmu dan teknologi akan memberikan berkah kemajuan di bidang perdagangan, dan industri, yang pada akhirnya akan membuat masyarakat semakin sejahtera. Pada sisi yang lain, bertujuan agar masyarakat umum pada suatu saat, dapat mengambil manfaat dari hasil penemuan itu dengan cara melaksanakan sendiri penemuan dari si pemegang paten tanpa harus memperoleh ijin atau memberikan kontra prestasi kepada si pemegang paten.
Indonesia telah memiliki undang-undang terkait paten, yaitu UU No 14 Tahun 2011 tentang Paten. Undang-undang ini sudah cukup melindungi pemegang paten, hanya saja undang-undang tersebut tidak disosialisasikan dengan baik, sehingga banyak penemu tidak mendaftarkan penemuannya yang berakibat penemu tidak mendapatkan hak ekslusif sebagaimana pemegang paten yang sudah didaftarkan. Kelemahan inilah yang menjadikan perkembangan teknologi di Indonesia sedikit terhambat bahkan teknologi di Indonesia masih menggantungkan kepada teknologi yang berasal dari negara maju melalui perjanjian lisensi, akibatnya banyak penemuan-penemuan yang berpotensial tidak terlindungi, bahkan yang paling merugikan adalah jika ada negara lain yang mencoba mengambil manfaat dari penemuan-penemuan yang belum terdaftar tersebut seperti halnya pada kasus batik, tempe dan jamu-jamuan yang jelas penemu pertama adalah orang Indonesia, namun karena tidak didaftarkan, maka produk tersebut bisa menjadi milik negara lain.
Sesungguhnya Indonesia telah mengimplementasikan sistem paten melalui Undang-Undang Paten Nomor 6 Tahun 1989 dan efektif berlaku sejak tanggal 1 Agustus 1991. Namun, Undang-Undang Paten itu perlu direvisi dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 karena Indonesia ikut serta menjadi anggota WTO, dan agar menyesuaikan sistem paten dengan konvensi-konvensi internasional dibidang Kekayaan Intelektual termasuk TRIP’s Agreement. Undang-Undang Paten itu direvisi lagi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 seiring dengan kewajiban Indonesia sebagai Negara berkembang yang diberi waktu mengharmonisasikan dan atau mengesahkan undang-undang baru dibidang Kekayaan Intelektual sampai dengan akhir tahun 2000 yaitu: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Selain itu, ternyata Indonesia juga perlu merevisi Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 menjadi Undang-Undang Merek Nomor 15  Tahun 2001, dan Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 1997 menjadi Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 dan yang terakhir Undang-undang nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.
Undang-Undang Paten yang telah dilaksanakan sejak tahun 1991, belum berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan permohonan paten dalam negeri. Kehadiran undang- undang tersebut belum dapat dimanfaatkan secara efektif oleh para peneliti, baik dari kalangan swasta maupun pemerintah.
Pada kenyataannya pengaturan paten belum bermanfaat secara langsung bagi pelaku usaha dan aparat pemerintah sebagai pelaksana undang-undang itu, sehingga keberadaan undang- undang paten belum bisa menjadi faktor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, kurangnya manfaat UU Paten disebabkan masih adanya beberapa peraturan pelaksaannya yang belum ada, padahal peraturan itu sangat diperlukan, misalnya: Peraturan Pemerintah tentang Lisensi, Peraturan Pemerintah tentang Lisensi Wajib, dan sebagainya.
Peraturan pelaksanaan ini menjadi terkendala akibat dinamika kebutuhan yang berkembang yang belum tertampung dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten.  Belum optimalnya pemanfaatan Undang-Undang Paten juga bisa dilihat dari masih rendahnya jumlah permohonan paten dalam negeri, sebagaimana dapat dilihat dari tabel permohonan paten berikut ini:
Data permohonan paten tahun 2009-2013 Indonesia dan Singapore
No Negara 2009 2010 2011 2012 2013
1 Indonesia 4518 5530 5830 7450
2 Singapore 8736 9774 9794 9685 9722
Sumber: Naskah Akademik RUU Paten
Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak awal organisasi itu berdiri dan telah berusaha mengharmonisasikan sistem hak kekayaan intelektualnya dengan ketentuan paten internasional sejak akhir tahun 1999. Dari data di atas menunjukan bahwa jumlah paten yang didaftarkan di Negara Singapore  lebih besar dari Indonesia. Dengan jumlah populasi lebih dari 200 juta jiwa permohonan paten yang masih di bawah 800/tahun invensi, menunjukkan bahwa kesadaran dan pemahaman sistem paten di Indonesia masih rendah. Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 yang merupakan revisi Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 1997 masih belum dipahami dan dimanfaatkan secara maksimal oleh para inventor dalam negeri.
Dari hal tersebut maka perlu kiranyanya untuk dibandingkan dan di evaluasi tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap paten yang ada di Indonesia dan di Singapore.


2. Paten Singapore
1) Sumber Hukum
Penemuan dilindungi di Singapura berdasarkan Undang- Undang Paten/Patents Act (Cap 221, 2002 Reved) (PA). Undang-undang ini berdasarkan Undang-Undang Paten Inggris/UK Patents Act 1977, meskipun ada beberapa perbedaan yang penting.
2) Formalitas
Pendaftaran dapat diperoleh dengan dua cara: melalui (i) permohonan di dalam negeri yang diajukan ke Kantor Pendaftaran Paten/Registry of Patents di Intellectual Property Office of Singapore ('IPOS'), atau (ii) permohonan skala internasional yang diajukan berdasarkan Perjanjian Kerjasama Paten/Patent Cooperation Treaty, dimana Kantor Pendaftaran bertindak sebagai Kantor Penerima permohonan pendaftaran tersebut.
Seseorang yang sebelumnya telah mengajukan permohonan pendaftaran di suatu negara Konvensi Paris/WTO, apabila ia mengajukan pendaftaran di Singapura dalam waktu 12 bulan sejak tanggal permohonan tersebut, ia dapat mengklaim hak prioritas. Penting diperhatikan bahwa penduduk Singapura dianggap melakukan kejahatan apabila yang bersangkutan, tanpa izin tertulis dari Kantor Pendaftaran, mengajukan atau memastikan diajukannya permohonan paten di luar Singapura tanpa terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk invensi yang sama di Singapura, sekurang-kurangnya dua bulan sebelum mengajukan permohonan paten di luar Singapura permohonan skala internasional yang diajukan berdasarkan Perjanjian Kerjasama Paten/Patent Cooperation Treaty, dimana Kantor Pendaftaran bertindak sebagai Kantor Penerima permohonan pendaftaran tersebut.
Seseorang yang sebelumnya telah mengajukan permohonan pendaftaran di suatu negara Konvensi Paris/WTO, apabila ia mengajukan pendaftaran di Singapura dalam waktu 12 bulan sejak tanggal permohonan tersebut, ia dapat mengklaim hak prioritas. Penting diperhatikan bahwa penduduk Singapura dianggap melakukan kejahatan apabila yang bersangkutan, tanpa izin tertulis dari Kantor Pendaftaran, mengajukan atau memastikan diajukannya permohonan paten di luar Singapura tanpa terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk invensi yang sama di Singapura, sekurang-kurangnya dua bulan sebelum mengajukan permohonan paten di luar Singapura.
3) Subyek Perlindungan
Paten dapat diberikan untuk penemuan berupa produk atau proses. Penemuan harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a. baru;
b. melibatkan langkah inventif;
c. dapat diterapkan dalam industri; dan
d. publikasi atau eksploitasi penemuan umumnya tidak diharapkan untuk mendorong perilaku keras, tak bermoral atau anti-sosial.
Perilaku tidak akan dianggap bersifat keras, tidak bermoral atau anti-sosial semata-mata karena perilaku tersebut dilarang oleh segala hukum yang berlaku di Singapura.


(1) Baru
Invensi dianggap ‘baru’ apabila bukan bagian dari State Of The Art yang merujuk pada segala hal (baik produk, proses, informasi mengenai produk atau proses atau sesuatu yang lain) yang setiap saat sebelum tanggal prioritas invensi telah tersedia bagi masyarakat umum (baik di Singapura atau di tempat lain) melalui penjelasan baik secara tertulis ataupun lisan, melalui penggunaan atau cara lainnya. Suatu hal yang termuat dalam permohonan paten sebelumnya juga disertakan. Suatu hal tidak perlu tersedia luas bagi masyarakat umum agar dapat menjadi bagian dari state of the art (perkara Windsurfing International Inc. v Tabur Marine (GB) Ltd [1985] RPC 59).
Baru tidaknya suatu invensi akan dinilai sejak tanggal permohonan pendaftaran diajukan. Apabila pemohon mengklaim hak prioritas maka tanggal permohonannya adalah tanggal permohonannya di negara asing.
(2) Langkah Inventif
Suatu invensi memiliki langkah inventif apabila invensi itu tidak jelas diketahui bagi mereka yang ahli. Orang yang ahli tersebut tidak berarti memiliki kemampuan inventif tetapi dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman praktis untuk jenis pekerjaan dimana invensi tersebut akan digunakan (perkara Ng Kok Cheng v Chua Say Tiong [2001] 3 SLR 487). Ia dapat berupa tim yang terdiri dari para peneliti yang berkualifikasi tinggi yang keahlian- keahliannya biasa digunakan di bidang yang bersangkutan (perkara Optical Coating Laboratory v Pilkington [1995] RPC 145 pada hal 156).
Untuk mengetahui apakah suatu invensi dianggap jelas diketahui atau tidak, pengadilan akan melakukan beberapa tindakan, yaitu:
a. pertama-tama akan mengidentifikasi konsep inventif yang tercakup dalam paten;
b. kemudian meminta orang yang ahli tetapi tidak berimajinatif di bidang itu pada tanggal prioritas dari paten dan menanyakan padanya apa yang sudah menjadi pengetahuan umum di bidang itu;
c. mengidentifikasi perbedaan apa, jika ada, yang terdapat antara pengetahuan tersebut dengan invensi yang dipatenkan; dan terakhir
d. mempertimbangkan apakah, tanpa memperhatikan invensi, perbedaan-perbedaan tersebut merupakan langkah-langkah yang seharusnya jelas diketahui bagi mereka yang ahli di bidangnya atau apakah perbedaan-perbedaan itu memerlukan segala tingkatan invensi.
Perkara Windsurfing International Inc. v Tabur Marine (GB) Ltd [1985] 59 pada hal 73-74 yang diterapkan di perkara Merck & Co. Inc. v Pharmaforte RPC bersifat Singapore Pte Ltd [2000] 3 SLR 717. Fakta bahwa suatu invensi sederhana bukan berarti hal tersebut jelas diketahui (perkara Peng Lian Trading Co. v Contour Optik Inc. [2003] 2 SLR 560). Keberhasilan komersial adalah faktor yang dapat diperhitungkan dalam menentukan unsur jelas diketahui atau tidak meskipun tidak bersifat konklusif (perkara Ng Kok Cheng v Chua Say Tiong [2001] 3 SLR 487).
(3) Aplikasi Dalam Industri
Suatu invensi harus dianggap dapat diaplikasikan dalam industri apabila dapat dibuat atau digunakan dalam jenis industri apapun, termasuk pertanian. Namun, metode pengobatan tubuh manusia atau hewan melalui tindakan bedah atau terapi atau diagnosa yang dipraktekkan pada tubuh manusia atau hewan tidak dianggap dapat diaplikasikan dalam industri meskipun hal ini tidak menghalangi pematenan obat yang akan digunakan dalam pengobatan atau diagnosa tersebut.
(4) Kepemilikan dan Pengaturan
Paten atas invensi biasanya diberikan kepada perancang sebenarnya (inventor) dari invensi, kecuali apabila paten tersebut harus diberikan kepada orang lain atau pengganti haknya berdasarkan suatu undang-undang, aturan hukum, perjanjian internasional, konvensi internasional atau ketentuan yang dapat diberlakukan dari suatu perjanjian yang diadakan dengan inventor sebelum dibuatnya invensi.
Paten atau permohonan paten adalah harta pribadi, dengan demikian, paten dan setiap hak dalam atau berdasarkan paten tersebut dapat dialihkan, dapat dijaminkan, diberikan lisensi atau diberikan berdasarkan penerapan hukum dengan cara yang sama sebagaimana harta pribadi lainnya. Pengalihan permohonan paten atau setiap hak dalam paten dan setiap persetujuan terkait dengan paten, dinyatakan batal kecuali dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh atau atas nama para pihak yang terlibat dalam invensi.
Setiap orang yang menyatakan telah memperoleh kepemilikan atas paten atau permohonan paten berdasarkan suatu transaksi, instrumen atau peristiwa (secara keseluruhan disebut ‘transaksi’) harus menyatakan transaksi tersebut ke Ditjen Kekayaan Intelektual, yang apabila hal ini tidak dilakukan maka mengikat haknya ketika berhadapan dengan pihak pelanggar atau orang yang memperoleh hak yang berbenturan atas invensi tersebut.
Penerima lisensi eksklusif paten dapat memiliki hak yang sama seperti pemilik paten dalam mengajukan proses perkara pelanggaran paten.
a. Jangka Waktu
Jangka waktu hak eksklusif paling lama 20 tahun sejak tanggal permohonan dan akan menjadi publik domain setelah jangka waktu itu berakhir.
b. Hak Eksklusif dan Pelanggaran
Dalam Sistem Paten Singapura pemilik terdaftar memiliki hak eksklusif untuk mencegah orang/pemilik lain melakukan salah satu yang tersebut di bawah dalam hubungannya dengan invensi yang dipatenkan: apabila invensi tersebut berupa produk, membuat, menjual, menawarkan untuk menjual, menggunakan atau mengimpor produk atau menyimpan produk baik untuk dijual atau yang lainnya; apabila invensi tersebut berupa proses, menggunakan proses atau menawarkan penggunaannya di Singapura apabila orang tahu, atau jelas terlihat bagi orang biasa dalam situasi tersebut, bahwa penggunaannya adalah tanpa seijin dari pemilik merupakan pelanggaran paten; dan apabila invensi tersebut berupa proses, menjual, menawarkan untuk menjual, menggunakan atau mengimpor produk yang didapat langsung melalui proses atau menyimpan produk baik untuk dijual atau yang lainnya. Apakah hak-hak ini telah dilanggar atau tidak tergantung pada perbandingan antara produk atau proses yang diduga melanggar paten dengan klaim paten. Klaim harus ditafsirkan sesuai tujuan (perkara Catnic Components Ltd v Hill & Smith Ltd [1982] RPC 183) dan pendekatan perbandingan berikut ini telah digunakan oleh Pengadilan Banding Singapura dalam perkara Genelabs Diagnostics Pte Ltd v Institut Pasteur & anor. [2001] 1 SLR 121:
Apakah varian memiliki dampak material pada cara kerja invensi? Jika ya, berarti varian tersebut berada di luar klaim. Jika tidak – ini (yaitu varian yang tidak memiliki dampak material) jelas diketahui pada tanggal publikasi paten bagi pembaca yang ahli di bidang yang bersangkutan. Jika tidak, berarti varian berada di luar klaim. Jika ya – Apakah pembaca yang ahli di bidang ini bagaimanapun memahami dari isi klaim bahwa yang dimaksud penerima paten adalah bahwa pemenuhan secara sungguh- sungguh dengan artian utama merupakan persyaratan dasar dari invensi. Jika ya, berarti varian berada diluar klaim.
c. Tindakan Yang Diijinkan
Ada beberapa tindakan yang dianggap bukan merupakan pelanggaran terhadap paten, yaitu: tindakan yang dilaksanakan secara pribadi dan bukan untuk tujuan komersial; tindakan yang dilaksanakan untuk tujuan percobaan terkait dengan subyek invensi; dan tindakan yang meliputi penyiapan seketika suatu obat untuk orang sesuai dengan resep obat atau gigi atau yang meliputi penanganan terhadap obat tersebut.
d. Upaya Hukum
Bentuk-bentuk upaya hukum yang dapat ditetapkan oleh Pengadilan dalam proses perkara pelanggaran meliputi penetapan, baik ganti rugi atau perhitungan keuntungan perintah penyerahan dan/atau pemusnahan barang yang melanggar paten terdaftar dan pernyataan bahwa paten adalah sah dan telah dilanggar.

3. Paten di Indonesia
1) Dasar Hukum
Paten di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.
2) Formalitas Paten
Sebelum mengajukan permohonan paten, sangat disarankan agar inventor terlebih dahulu melaksanakan penelusuran (search), untuk memperoleh gambaran apakah invensi yang diajukan memang memenuhi syarat kebaruan, artinya belum pernah ada pengungkapan sebelumnya oleh siapapun, termasuk oleh si inventor sendiri.
Penelusuran dapat dilakukan terhadap dokumen-dokumen paten baik yang tersimpan pada database DJHKI, maupun kantor-kantor paten lain di luar negeri yang representatif dan juga relevan terhadap teknologi dari invensi yang akan kita patenkan; dan juga terhada dokumen-dokumen non-paten seperti jurnal-jurnal ilmiah yang terkait.
Penelusuran Paten bahkan sangat disarankan untuk dilakukan sebelum rencana penelitian terhadap suatu teknologi dilaksanakan, demi untuk melakukan technology mapping berdasarkan dokumen paten yang tersedia, sehingga penelitian bisa dilakukan secara lebih efektif dan efisien.
Setelah dilakukan penelusuran dan dapat diyakini bahwa invensi yang akan dipatenkan masih mengandung kebaruan, langkah selanjutnya adalah membuat spesifikasi paten, yang terdiri sekurang-kurangnya atas:
a. Judul Invensi;
b. Latar Belakang Invensi, yang menerangkan teknologi yang ada sebelumnya serta masalah yang terdapat pada teknologi tersebut, yang coba ditanggulangi oleh invensi;
c. Uraian Singkat Invensi, yang menerangkan secara ringkas mengenai fitur-fitur yang terkandung dalam, dan menyusun, invensi;
d. Uraian Lengkap Invensi, yang menerangkan mengenai bagaimana cara melaksanakan invensi;
e. Gambar Teknik, jika diperlukan untuk menerangkan invensi secara lebih jelas;
f. Uraian Singkat Gambar, untuk menerangkan mengenai Gambar Teknik yang disertakan;
g. Abstrak, ringkasan mengenai invensi dalam satu atau dua paragraf;
h. Klaim, yang memberi batasan mengenai fitur-fitur apa saja yang dinyatakan sebagai baru dan inventif oleh sang inventor, sehingga layak mendapatkan hak paten.
Penyusunan spesifikasi paten membutuhkan keahlian dan pengalaman tersendiri, karena perlu memadukan antara bahasa teknik dan bahasa hukum di dalamnya.
Banyak Konsultan HKI Terdaftar yang memiliki kualifikasi keahlian dan pengalaman tersebut, serta akan dapat membantu Anda dalam menyusun Spesifikasi Invensi. Spesifikasi Paten adalah salah-satu dari persyaratan minimum yang harus disertakan dalam mengajukan permohonan paten untuk bisa mendapat Tanggal Penerimaan, di samping Formulir Permohonan yang diisi lengkap dan dibuat rangkap empat, dan membayar biaya Permohonan Paten sebesar Rp. 750.000,00. Apabila ketiga persyaratan minimum ini dipenuhi, maka permohonan akan mendapat Tanggal Penerimaan (Filing Date).
Persyaratan lain berupa persyaratan formalitas dapat dilengkapi selama tiga bulan sejak Tanggal Penerimaan, dan dapat dua kali diperpanjang, masing-masing untuk dua dan satu bulan. Persyaratan formalitas tersebut adalah:
a. Surat Pernyataan Hak, yang merupakan pernyataan Pemohon Paten bahwa ia memang memiliki hak untuk mengajukan permohonan paten tersebut;
b. Surat Pengalihan Hak, yang merupakan bukti pengalihan hak dari Inventor kepada Pemohon Paten, jika Inventor dan Pemohon bukan orang yang sama;
c. Surat Kuasa, jika permohonan diajukan melalui Kuasa;
d. Fotokopi KTP/Identitas Pemohon, jika Pemohon perorangan;
e. Fotokopi Akta Pendirian Badan Hukum yang telah dilegalisir, jika Pemohon adalah Badan Hukum;
f. Fotokopi NPWP Badan Hukum, jika Pemohon adalah Badan Hukum; dan
g. Fotokopi KTP/Identitas orang yang bertindak atas nama Pemohon Badan Hukum untuk menandatangani Surat Pernyataan dan Surat Kuasa.
Setelah masa pemeriksaan dilalui dan seluruh persyaratan formalitas dinyatakan lengkap, maka tahap berikutnya adalah Pengumuman. Masa pengumuman akan dimulai segera setelah 18 (delapanbelas) bulan berlalu dari sejak Tanggal Penerimaan, dan akan berlangsung selama 6 (enam) bulan. Memasuki masa pengumuman ini permohonan paten akan dimuat dalam Berita Resmi Paten dan media resmi pengumuman paten lainnya.
Tujuannya adalah membuka kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui mengenai invensi yang dimohonkan paten, di mana masyarakat bisa mengajukan keberatan secara tertulis kepada DJHKI  jika masyarakat mengetahui bahwa invensi tersebut tidak memenuhi syarat untuk dipatenkan.
Segera setelah masa pengumuman berakhir, atau selambat-lambatnya 36 (tigapuluhenam) bulan dari Tanggal Penerimaan, pemohon dapat mengajukan Permohonan Pemeriksaan Substantif dengan menyerahkan Formulir yang telah dilengkapi dan membayar biaya ke DJHKI. Jika pemohon tidak mengajukan Permohonan Pemeriksaan Substantif dalam batas waktu 36 bulan dari Tanggal Penerimaan tersebut, maka permohonannya akan dianggap ditarik kembali dan dengan demikian invensinya menjadi public domain.
Dalam Tahap Pemeriksaan Substantif inilah DJHKI melalui Pemeriksa Paten akan menentukan apakah invensi yang dimohonkan paten tersebut memenuhi syarat substantif sehingga layak diberi paten, berdasarkan dokumen-dokumen pembanding baik dokumen paten maupun non-paten yang relevan.
Dalam waktu paling lambat 36 bulan sejak Permohonan Pemeriksaan Substantif diajukan, Pemeriksa Paten sudah harus memutuskan apakah akan menolak ataupun memberi paten. Pemohon yang permohonan patennya ditolak dapat mengajukan banding ke Komisi Banding Paten, yang dapat berlanjut ke Pengadilan Niaga hingga akhirnya kasasi ke Mahkamah Agung. Jika pemohon menerima penolakan, ataupun upaya hukum yang diajukannya tetap berujung pada penolakan, maka invensi tersebut menjadi public domain. Terhadap Invensi yang diberi paten, DJHKI akan segera mengeluarkan Sertifikat Hak Paten.
Pengajuan Permohonan Paten bagi sebagian orang mungkin memang melibatkan proses yang sangat panjang dan tidak dapat dikatakan sederhana. Terlebih diperlukan kemampuan khusus untuk dapat menyusun dokumen Spesifikasi Paten yang baik. Untuk itu sangat disarankan bagi para calon pemohon paten - terutama bagi yang belum berpengalaman - untuk memperoleh bantuan profesional dari Konsultan HKI Terdaftar.
WAKTU & BIAYA
Dari uraian sebelumnya, satu permohonan dari mulai penerimaan hingga pemberian paten bisa memakan waktu antara 3 hingga 6 tahun. Sebagai ilustrasi, jika seseorang mengajukan permohonan paten dan memperoleh Tanggal Penerimaan 1 Oktober 2014, maka permohonan tersebut baru akan memasuki tahap Pengumuman paling cepat pada tanggal 1 April 2016. Masa Pengumuman akan berakhir pada 1 Oktober 2016. Jika pemohon segera mengajukan Permohonan Pemeriksaan Substantif pada hari yang sama, makapaling lambat pemeriksaan paten akan diputus pada tanggal 1 Oktober 2019.
Jika paten diberi, maka masa perlindungan akan berlaku 20 tahun sejak Tanggal Penerimaan yaitu tanggal 1 Oktober 2014, dan berakhir tanggal 1 Oktober 2034. Selama permohonan masih dalam proses, pemohon dapat memproduksi invensi yang sedang dipatenkan tersebut, dan memberitahukan kepada pihak lain mengenai proses paten yang sedang berjalan - biasanya dengan mencantumkan istilah pending patent.
Pemohon tidak dapat mengambil tindakan hukum apapun terhadap pihak lain yang melaksanakan invensi pemohon tanpa ijin selama paten belum diberi dan Sertifikat Paten belum terbit, namun saat setelah Hak Paten diberi Pemilik Paten dapat menuntut ganti kerugian atas pelanggaran paten yang dilakukan sebelum Paten diberi. Dalam ilustrasi di atas, jika ada pihak lain yang melaksanakan invensi tanpa ijin sejak 1 Januari 2015 hingga setelah paten diberi, maka Pemilik Paten bisa menuntut ganti rugi yang dihitung sejak 1 Januari 2015.
Komponen Biaya Permohonan Paten adalah :
a. Biaya Permohonan sebesar Rp. 750.000,00 untuk Umum; atau Rp. 450.000,00 untuk UMKM, Lembaga Penelitian, atau Litbang Pemerintah;
b. Jika Spesifikasi Lebih dari 30 lembar, maka setiap lembar tambahan akan dikenakan biaya sebesar Rp. 5.000,00;
c. Biaya Pemeriksaan Substantif sebesar Rp. 2.000.000,00;
d. Jika jumlah klaim lebih dari 10 klaim, maka setiap klaim tambahan akan dikenakan biaya sebesar Rp. 50.000,00.
Tentunya komponen biaya ini belum termasuk biaya jasa profesional apabila permohonan diajukan melalui Konsultan HKI Terdaftar.
PEMELIHARAAN PATEN
Pemegang Hak Paten juga berkewajiban untuk membayar biaya tahunan pemeliharaan paten sampai dengan tahun terakhir masa perlindungan. Jika Pemegang Hak Paten tidak membayar biaya pemeliharaan selama tiga tahun berturut-turut, maka paten akan dianggap batal demi hukum.
Besaran biaya pemeliharaan Paten  yang harus dibayarkan setiap tahun oleh Pemegang Hak Paten ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkup Kementerian Hukum dan HAM. Komponen biaya terdiri atas biaya pokok dan biaya per klaim. Batas waktu untuk melakukan pembayaran biaya pemeliharaan tahunan setiap tahunnya adalah pada tanggal yang sama dengan tanggal pemberian paten. Jika paten diberi pada tanggal 2 Februari 2019, maka setiap tanggal 2 Februari Pemohon Paten harus membayar biaya pemeliharaan hingga masa perlindungan paten berakhir.
3) Subjek Perlindungan
Dalam Undang-undang No 13 tahun 2016 tentang Paten disebutkan dalam pasal 10 sampai 13.
Pasal 10
(1) Pihak yang berhak memperoleh Paten adalah Inventor atau Orang yang menerima lebih lanjut hak Inventor yang bersangkutan.
(2) Jika Invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas Invensi dimiliki secara bersama-sama oleh para Inventor yang bersangkutan.
Pasal 11
Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan.
Pasal 12
(1) Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan kerja merupakan pihak yang memberikan pekerjaan, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan, baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya.
(3) Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh pihak pemberi kerja dan Inventor, dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari invensi dimaksud.
(4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan berdasarkan:
a. jumlah tertentu dan sekaligus;
b. persentase;
c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau
d. bentuk lain yang disepakati para pihak.
(5) Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya Imbalan, para pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 13
(1) Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintah adalah instansi pemerintah dimaksud dan Inventor, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Setelah Paten dikomersialkan, Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan Imbalan atas Paten yang dihasilkannya dari sumber penerimaan negara bukan pajak.
(3) Dalam hal instansi pemerintah sebagai Pemegang Paten tidak dapat melaksanakan Patennya, Inventor atas persetujuan Pemegang Paten dapat melaksanakan Paten dengan pihak ketiga.
(4) Terhadap pelaksanaan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selain Pemegang Paten, Inventor memperoleh Royalti dari pihak ketiga yang mendapatkan manfaat ekonomi dari komersialisasi Paten tersebut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten.

4) Jangka Waktu
Jangka waktu paten berdasarkan Undang-undang Paten  sesuai dengan pasal 22 dan 23 yaitu:
Pasal 22
(1) Paten diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperpanjang.
(3) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik.
Pasal 23
(1) Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) tidak dapat diperpanjang.
(3) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten sederhana dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik.

5) Upaya Hukum
Sebagian besar undang-undang paten di dunia memberikan kesempatan kepada pihak-pihak lain untuk mengontrol proses permohonan permintaan paten.
Upaya hukum dalam Umdang –undang paten disebutkan di dalam pasal 72 dan 73 yang berbunyi:
Pasal 72
(1) Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas keputusan penolakan Komisi Banding Paten ke
(2) Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan.(2) Pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penolakan permohonan banding Paten terhadap:
a. penolakan Permohonan;
b. koreksi atas deskripsi, klaim dan/atau gambar; dan
c. keputusan pemberian Paten.
(3)Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diajukan kasasi.
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemeriksaan, dan penyelesaian permohonan banding Paten serta permohonan banding atas pemberian Paten diatur dengan Peraturan Menteri.

Selain hal tersebut terhadap sengketa paten dalam undang-undang ini juga memberikan pengaturan terhadap sengketa yang mungkin terjadi dilain hati. Sengketa yang mungkin ada disini bisa meliputi perkara perdata maupun perkara pidana. Pengaturan tersebut terdapat di dalam pasal 142 sampai pasal 143 untuk perkara perdata.
Pasal 142
Pihak yang berhak memperoleh Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 dapat menggugat ke Pengadilan Niaga jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak memperoleh Paten.
Pasal 143
(1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima jika produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi Paten.

Alternatif penyelesaian sengketa juga diatur dalam Undang-Undang Paten.

Pasal 153
(1) Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 154
Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi.

Adapun perbuatan yang dilarang dalam Undang-undang ini adalah:

Pasal 160
Setiap orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, dan/ atau menyediakan untuk dijual, disewakan, atau diserahkan produk yang diberi Paten; dan/atau
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Sedangkan ketentuan pidana dalam ketentuan Undang-undang paten ini adalah :

Pasal 161
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 162
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 163
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dan/atau Pasal 162, yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan/atau lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dan/atau Pasal 162, yang mengakibatkan kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 164
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen Permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 165
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 164 merupakan delik aduan.
Pasal 166
Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten, hakim dapat memerintahkan agar barang hasil pelanggaran Paten dimaksud disita oleh Negara untuk dimusnahkan.

6) Contoh Kasus Paten di Indonesia

Perlindungan hukum yang diberikan negara kepada pemegang paten secara eksplisit dapat ditinjau dari putusan putusan pengadilan dalam menjatuhkan vonis bagi pihak-pihak yang berperkara. Sebagai contoh perkara perdata yaitu putusan peninjauan kembali atas perkara perdata PT. SUBUR SEMESTA dan TJIA TEK IJOE melawan PT. STELLA SATINDO dalam Putusan Nomor 108 PK/Pdt.Sus.HKI/2013.
Perkara tersebut diawali dengan  Bahwa Penggugat  sangat keberatan atas terdaftarnya Paten Sederhana berjudul: ANTENNA PARABOLA JENIS MESH Nomor :ID S0001095 B tertanggal 15 Juli 2011 atas nama Tergugat I, dan Tergugat II tercatat seolah-olah Inventor yang asli (original) dari Paten Sederhana tersebut, karena Paten Sederhana berjudul ANTENNA PARABOLA JENIS MESH Nomor :ID S0001095 B atas nama Tergugat I tersebut bukan merupakan invensi yang baru atau tidak memiliki kebaruan lagi atau telah menjadi milik umum (public domain) pada saat tanggal penerimaan permohonan yaitu tanggal 22 Desember 2009 dengan No.Agenda :S00200900269, mengingat Paten Sederhana berjudul ANTENNA PARABOLA JENIS MESH atas nama Tergugat I yang menggunakan komponen konektor berupa empat tonjolan/jari-jari dalam bentuk, konfigurasi dan konstruksi lurus adalah sama-sama menggunakan teknologi yang sama memiliki fungsi ciri teknis (features) dengan teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya sejak ditemukannya teknologi antenna parabola dan/atau melalui teknologi antenna parabola yang telah diungkapkan, diumumkan, digunakan, diperdagangkan oleh Penggugat sejak tahun 1990, yaitu sama-sama berfungsi untuk menyatukan atau mengikat rusuk-rusuk parabolik sehingga terbentuk antenna parabola yang konsisten. Oleh karenanya Paten Sederhana berjudul ANTENNA PARABOLA JENIS MESH Nomor :ID S0001095 B atas nama Tergugat I, dan Tergugat II yang tercatat seolah-olah Inventor yang asli (original) dari Paten Sederhana tersebut, sangatlah patut dan adil untuk dibatalkan.
Dalam Putusan PN Niaga tersebut yang pada intinya mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya . Namun tergugat mengajukan kasasi yasng kemudian putusan kasasi tersebut menolaknya . Dan upaya hukum terus dilakukan sampai pada pengajuan peninjauan kembali di Mahkamah Agung oleh PT. SUBUR SEMESTA dan TJIA TEK IJOE .

4. Kesimpulan
Peraturan-peraturan yang mengatur perlindungan paten di Singapura jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia (UU NO 13 Tahun 2016) memiliki kemiripan baik dalam subjek paten,  upaya hukum, maupun jenis-jenis paten yang ada. Tetapi jika melihat output yang ada singapura yang lebih efisien dalam hal paten di negaranya. Formalitas atau prosedur pendaftaran paten di Indonesia sebelum berlakunya UU no 13 Tahun 2016 tentang Paten di rasa sangat lebih rumit dibandingkan dengan di Singapura.
5. Saran
Dengan melihat perbandingkan perlindungan paten di indonesia pemerintah diharapkan mengeluarkan peraturan-peraturan pelaksana Undang-Undang No 13 tahun 2016 dengan mempermudah tatacara pendaftaran paten sehingga inventor-inventor yang ada di Indonesia lebih bersemngat dalam mendaftarkan invensinya.




Daftar Pustaka

Tim Lindsey, dkk. 2013,  Hak kekayaan intelektual suatu pengantar. Bandung: PT Alumni
Draf Naskah Akademik Undang-Undang Paten
Yusdinal, 2008. Tesis perlindungan hukum terhadap paten, universitas diponegoro
Retna Gumati. 2015, perlindungan hukum Paten di Indonesia, Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
Undang-undang No 13 tahun 2016 tentang Paten
Putusan Mahkamah Agung Nomor 235 K/ Pdt.Sus/2012 tanggal 6 September 2012
putusan Nomor 87/PATEN/2011/ PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 10 Januari 2012
Putusan Nomor 108 PK/Pdt.Sus.HKI/2013
http://www.hki.co.id/paten.html
www.mahkamahagung.go.id
www.dpr.go.id
















Comments

Popular posts from this blog

Resume Isu Hukum - Prof. Peter Mahmud

ISU HUKUM  A. Mengidentifikasi Isu Hukum Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum, seperti halnya posisi permasalahan di dalam penelitian bukan hukum, isu hukum harus dipecahkan dalam penelitian hukum. Dalam penelitian hukum harus dijawab terlebih dahulu, apakah masalah yang akan diteliti tersebut merupakan isu hukum. Sebuah masalah yang kelihatannya konkrit belum tentu merupakan sebuah isu hukum.  Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, dimana hubungan tersebut dapat bersifat fungsional, kausalitas (proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lainnya), maupun yang satu menegaskan yang lainnya.  Untuk memahami isu hukum perlu pemahaman mengenai ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut penelitian tataran teori

PERMASALAHAN HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN PENDEKATAN HUKUM PROGRESIF

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1                Latar Belakang Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dimana sifat Welas Asih dan Rahmat dapat menjadi "panutan". Sifat Ar-Rohman (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya (manusia), sedangkan sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu merupakan Rahmat yang menyebabkan Allah selalu melimpahkan Rahmat-Nya. Berawal dari itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan hati nurani oleh karena itu selalu di dunia ini memancarkan sifat Welas Asih dan Rahmat baik kepada sesama manusia, sesama makhluk dan alam semesta, sehingga memberikan "Rahmatan Lil Alamin" bagi seluruh alam semesta. Setiap orang yang bisa berpikir jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya di bumi ini bukan atas kehendak bebasnya sendiri, bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk dihormati, bukan untuk dipermalukan. [1]

Jasa Pembuatan Jurnal Ilmiah (Sinta dan Scopus)

  Jasa Pembuatan Tulisan Hukum berupa pembuatan Naskah Jurnal ilmu hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademis Hukum tamatan FH USU dan MH UI.  Jurnal yang kami kerjakan dijamin tidak copy paste, sesuai dengan metode penulisan hukum dan akan kami buat dengan landasan teori hukum. Karena kami tidak ingin Tesis anda hanya asal jadi saja. Kami juga memiliki penyediaan referensi yang terbaru, dengan fasilitas jurnal dan perpustakaan FH UI yang dapat kami gunakan Untuk lebih meyakinkan anda bahwa kami telah berpengalaman, silahkan cek IG kami @jasapenulisanhukum Jurnal yang disarankan oleh dikti untuk publikasi sebenarnya ada 2 yaitu jurnal nasional dan jurnal internasional. Jika jurnal nasional yang anda pilih maka harus terindex Sinta dan terakreditasi. Jika internasional yang anda pilih setidaknya harus terindex Scopus tetapi sangat berat untuk memasuki scopus ini. Selain itu anda juga harus berhati hati karena scopus pun juga ada yang predator atau jurnal abal- abal. Tetapi untuk S