Skip to main content

Resume Isu Hukum - Prof. Peter Mahmud

ISU HUKUM 
A. Mengidentifikasi Isu Hukum
Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum, seperti halnya posisi permasalahan di dalam penelitian bukan hukum, isu hukum harus dipecahkan dalam penelitian hukum. Dalam penelitian hukum harus dijawab terlebih dahulu, apakah masalah yang akan diteliti tersebut merupakan isu hukum. Sebuah masalah yang kelihatannya konkrit belum tentu merupakan sebuah isu hukum. 
Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, dimana hubungan tersebut dapat bersifat fungsional, kausalitas (proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lainnya), maupun yang satu menegaskan yang lainnya. 
Untuk memahami isu hukum perlu pemahaman mengenai ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut penelitian tataran teori hukum, isu hukum harus mengandung konsep hukum. Selanjutnya dalam tataran filosofis, isu hukum harus menyangkut asas-asas hukum.
Kesalahan dalam mengidentifikasi isu hukum akan berakibat kesalahan dalam mencari jawaban atau dalam melahirkan argumentasi yang terkait dengan isu tersebut. Dalam sebuah persidangan kesalahan dalam mengidentifikasi isu akan membuat ditolaknya gugatan dan bahkan hakim yang salah membangun argumentasi dari sebuah isu hukum akan menyebabkan terdakwa yang tidak terbukti bersalah dinyatakan bersalah.
Menurut ilmu hukum tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dan keadilan, dan secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan hukum adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh hukum, yaitu untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dengan menyeimbangkan antara kepentingan-kepentingan pribadi, publik, dan sosial. Menurut Van Apeldoorn pengaturan yang terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan tersebut dikatakan sebagai pengaturan yang adil.
Keadilan menurut Ulpianus adalah suatu keinginan untuk terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya. Namun demikian apabila keadilan terlalu dikedepankan akan sulit untuk terciptanya peraturan yang bersifat umum, karena pandangan adil menurut suatu kelompok akan dapat berbeda dengan pandangan adil menurut kelompok yang lain. Oleh karenanya untuk dapat menetapkan  peraturan yang bersifat umum, rasa keadilan masyarakat sedikit banyak harus dikorbankan untuk mendapatkan kepastian hukum.
Mengenai kepastian hukum Van Apeldoon mengetengahkan 2 (dua) pengertian:
1. Kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk suatu masalah tertentu. 
Menurut Rescou Pound kepastian hukum memungkinkan adanya ‘predictability’ (sesuatu yang sudah bisa diramalkan), dan senada juga dengan pendapat Holmes  “The prophecies of what the courts will do in fact and nothing more pretentious are what I mean by law.”. Namun menurut Apeldoorn hal tersebut tidak selalu demikian, karena kenyataannya hakim juga memberi putusan yang lain dari apa yang diduga oleh pencari hukum.  
2. Kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini perlindungan dari kesewenangan dalam penghakiman. 
Dengan pendapatnya ini sekaligus juga merupakan kelemahan atas pendapat Alperdoobn terhadap pemikiran Holmes, karena meskipun hakim dapat menafsirkan peraturan hukum bahkan memiliki diskresi bilamana perlu membuat hukum, namun hal tersebut tetap dibatasi oleh adanya peraturan-peraturan yang konkrit yang berlaku dalam permasalahan tersebut.
Keadilan, demikian juga dengan argumentasi hukum harus dibangun berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, bukan di luar ketentuan hukum. Putusan yang lahir dari argumentasi yang dibangun di luar ketentuan hukum akan melahirkan ketidakpastian hukum. Sebaliknya  putusan yang lahir dari argumen yang berdasarkan hukum akan menciptakan kepastian hukum tapi mungkin akan menimbulkan ketidakadilan secara hukum.
B. Isu Hukum dalam Dogmatik Hukum
Isu hukum dalam ruang lingkup dogmatic hukum timbul, apabila:
(1) Para pihak yang berperkara atau yang terlibat dalam perdebatan mengemukakan penafsiran yang berbeda atau bahkan saling bertentangan terhadap teks peraturan karena ketidakjelasan peraturan itu sendiri
(2) Terjadi kekosongan hukum
(3) Terdapat perbedaan penafsiran atas fakta.
Tidak dapat disangkal bahwa isu hukum dalam ruang lingkup dogmatic hukum lebih menitikberatkan kepada aspek praktis ilmu hukum, namun bukan berarti bahwa kegunaan untuk praktik tersebut tidak dimungkinkan diperoleh dari penelitian yang bersifat akademis. Justru melalui penelitian akademis diharapkan diperoleh hasil untuk dapat diterapkan guna keperluan praktik hukum bukan sekedar wishful thinking semata-mata. Di lain praktisi hukum dapat merujuk hasil penelitian tersebut dalam membuat legal memorandum atau legal opinion atau gugatan, eksepsi, maupun pledoi. Begitu juga jaksa dalam menyusun dakwaan, replik dan tuntutan/rekuisitor dapat mempelajari kajian akademis itu yang relevan dengan perkara Yang ditanganinya. Bahkan hakim sebagai pemutus sengketa sangat dianjurkan untuk merujuk kepada hasil penelitian hukum secara akademis, karena putusan yang diberikan akan dijadikan kajian juga, Misalnya Charles R. Richey, hakim di Pengadilan Negeri District of Columbia yang mengadili sengketa antara pemerintah Amerika serikat melawan Microsoft Corporation yang berguna bagi ilmu Hukum anti monopoli.
Kemudian bercermin dari sarjana hukum sebelum tahun 1970-an, dimana mereka sangat kuat dogmatic hukumnya. Mereka sangat kuat dalam melakukan interpretasi dan pada umumnya mereka juga praktisi, sehingga tahu apa yang harus dilakukan dalam mengisi kekosongan hukum dan mengintepretasi fakta yang dihadapkan kepadanya melalui penlitian-penelitian yang dilakukannya sendiri.
Ajaran intepretasi pertama kali diajarkan oleh F.C. von Savigny. Kejelasan intepretasi akan berfungsi sebagai rekonstruksi gagasan yang tersembunyi di balik aturan hukum. Ajaran ini menggunakan metode hermeneutic. Metode ini berpangkal dari suatu proporsi bahwa terdapat adanya saling ketergantungan yang bermakna antara kehidupan manusia dan budayanya. Menurut metode ini, bahwa hubungan manusia di dalam interaksi social tidak bebas nilai sebagaimana yang dituntut oleh ilmu-ilmu alamiah atau ilmu-ilmu social yang memandang hukum bukan sebagai norma melainkan hanya sekedar gejala social. Pengertian-pengertian seperti “cukup umur”, “korupsi”, “tanggung jawab (responsibility)”, “tanggung gugat (liability)”, “melanggar hukum (onrechtmatige daad)”, “melawan hukum (wederrechtelijk)”, “desentralisasi”, dll. Adalah pengertian-pengertian yang mengandung sifat normative dan hal ini memang dibutuhkan untuk dapat diterapkan dalam kehidupan social. 
Kemudian bagi mereka yang menempuh pendekatan ilmiah terhadap hukum seperti yang dibangun oleh John Austin, yang merupakan kaum positivistis dan para sosiolog akan menghadapi beberapa masalah karena hukum memang dibentuk atas tujuan normative sebagaimana tertuang di dalam ketentuan yang ada. Pertama, pelaku taat kepada hukum berdasarkan pertimbangan subjektif mengenai apa yang benar dan hal ini tidak dapat diobservasi. Kedua, ilmu hukum berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat normative untuk kegiatan praktik hukum, sehingga dapat memberikan pemecahan yang tepat bagi masalah-masalah yuridis yang actual. Ketiga, ilmu hukum berkaitan dengan factor-faktor normative yang tidak dapat diverifikasi, seperti ‘itikad baik’. ‘kepatutan dan kelayakan’, dan ‘kesalahan’. Sehingga dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa persyaratan dan prosedur yang berlaku untuk ilmu alamiah dan social tidak dapat digunakan di dalam ilmu hukum.
Kemudian Hart memberi sumbangan yang berarti bagi hermeneutic hukum. Hart menyatakan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh gagasan normative si pelaku tersebut. Sehingga  peneliti hukum harus menemukan makna tingkah laku tersebut melalui  intepretasi.
C. Isu Hukum dalam Teori Hukum
Untuk menggali makna lebih jauh dari aturan hukum, tidak cukup dilakukan penelitian dalam ruang lingkup dogmatic hukum, tetapi lebih mendalam lagi memasuki teori hukum. Apabila penelitian hukum dalam ruang lingkup dogmatic hukum, isu hukum mengenai ketentuan hukum di dalamnya mengandung pengertian hukum berkaitan dengan fakta hukum yang dihadapi, maka untuk penelitian pada tataran teori hukum isu hukum harus mengandung konsep hukum.
Penelitian hukum dalam tatanan teori ini diperlukan bagi mereka yang ingin mengembangkan suatu bidang kajian hukum tertentu. Dimana seseorang yang telah melakukan hal tersebut, dapat saja dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan dalam sengketa bidang kajian hukum tersebut. Juga contohnya bila kajian hukum itu adalah Hak Kekayaan Intelektual, maka dalam Law Firm terdapat divisi atau departemen Hak Kekayaan Intelektual. Jika kemudian hakim yang mengadili perkara tersebut juga menelaah lebih mendalam kasus yang dihadapinya juga membandingkan  jawaban para pihak dengan literature yang dibacanya dan pengadilan bersikap benar-benar sebagai pengadilan, niscaya akan memberi keputusan yang sangat berguna bagi pengembangan konsep hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual. 
Penelitian akan konsep hukum harus benar-benar dilakukan oleh ahli hukum. Jika tidak, akan mempunyai implikasi yang luas.
Isu Hukum Dalam Filsafat Hukum
Untuk dapat memahami isu yang berkaitan dengan asas hukum, perlu terlebih dahulu dikemukakan pengertian asas hukum. J.H.P Bellefroid menyatakan bahwa peraturan-peraturan hukum yang berlaku umum dapat diuji oleh aturan-aturan pokok. Aturan-aturan pokok ini tidak perlu diuji lagi. Di atas peraturan-peraturan pokok ini tidak ada lagi aturan. Aturan-aturan pokok inilah yang disebut sebagai asas-asas hukum. Beberapa contoh asas hukum yang diketengahkan oleh Bellefroid antara lain:
Seorang anak harus menghormati orangtuanya.
Tiada pemidanaan tanpa kesalahan.
Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum tanpa adanya peraturan perundangan yang ada sebelumnya.
Setiap orang dianggap tahu hukum.
Tidak seorang pun wajib mempertahankan haknya bertentangan dengan kehendaknya.
Asas-asas hukum tersebut menampakkan diri ke permukaan melalui aturan-aturan hukum. Di dalam setiap aturan hukum dapat dilacak asas hukumnya. Menurut Bellefroid, setiap tertib hukum yang berlaku di setiap Negara selalu ditopang oleh asas hukum. Apa yang dikemukakan oleh Bellefroid tersebut tidak seluruhnya benar. Memang, setiap bangsa memiliki pandangan hidup sendiri-sendiri dan pandangan hidup tersebut mempengaruhi pandangan hukumnya. Pandangan hukum tersebut ikut menentukan asas hukum. Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa ada asas hukum yang berlaku secara universal atau paling tidak dianut oleh sebagian besar bangsa.
Asas-asas hukum juga dapat mengalami perubahan. Akan tetapi mengingat asas hukum merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, perubahan asas hukum sangatlah lambat dibandingkan dengan perubahan peraturan hukum. Dengan berpegangn kepada pandangan bahwa asas hukum yang berlaku di suatu Negara dapat digunakan di Negara lain, dapatlah dikemukakan bahwa asas hukum yang lama yang asli yang dimiliki oleh suatu Negara mungkin dapat diganti oleh asas hukum yang dimiliki oleh bangsa lain.
Asas-asas hukum mempunyai arti penting bagi pembentukan hukum, penerapan hukum, dan pengembangan ilmu hukum. Bagi pembentukan hukum, asas-asas hukum memberikan landasan secara garis besar mengenai ketentuan-ketentuan yang perlu dituangkan di dalam aturan hukum. Di dalam penerapan hukum, asas-asas hukum sangat membantu bagi digunakannya penafsiran dan penemuan hukum maupun analogy. Adapun bagi pengembangan ilmu hukum asas hukum mempunyai kegunaan, karena di dalam asas-asas hukum dapat ditunjukan  berbagai aturan hukum yang pada tingkat yang lebih tinggi sebenarnya merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itulah penelitian terhadap asas-asas hukum mempunyai nilai yang sangat penting baik bagi dunia akademis, pembuatan undang-undang, maupun praktik peradilan.
Hubungan Dua Proposisi
Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya. Seperti halnya masalah, isu hukum juga timbul karena adanya dua proposisi hukum yang mempunyai hubungan yang bersifat fungsional, kausalitas maupun yang satu menegaskan yang lain. Identifikasi hubungan ini diperlukan dalam kerangka untuk apa penilitian itu diadakan. Di dalam hukum tidak dimungkinkan seorang dinyatakan bersalah dan tidak bersalah sekaligus atau terbukti dan sekaligus tidak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Di dalam hukum terdapat apa yang disebut tertii executie, yaitu tidak adanya kemungkinan ketiga. 
Isu hukum yang timbul karena hubungan diterangkan menerangkan memuat proposisi yang satu dipikirkan sebagai menerangkan makna yang lain. Dalam penelitian dengan isu demikian, peneliti harus mampu memahami konsep hukum yang menerangkan proposisi yang diterangkan.
Selanjutnya, isu hukum yang timbul karena hubungan fungsional memuat proposisi yang pertama bersifat fungsional terhadap yang kedua. Dalam merumuskan isu hukum diperlukan ketepatan penggunaan kata. Di dalam menghadapi isu tersebut, peneliti harus benar-benar memahami makna dan arti penting serta fungsi paten dalam transaksi bisnis.
Socio-legal Research (Penelitian Sosiolegal) Bukan Penelitian Hukum
Menurut Piter Mahmud, Socio-legal bukan merupakan penelitian hukum karena hanya menempatkan hukum sebagai gejala sosial, dengan berbagai istilah hipotesa, variabel bebas atau variabel terikat, data, sampel, atau analisis kualitatif maupun kuantitatif. Hasil dari penelitian yang disebutnya sebagai penelitian sosial ini adalah efektifitas suatu ketentuan, pengaruh faktor-faktor nonhukum terhadap peraturan hukum, peranan suatu institusi tertentu dalam penegakan hukum.
Penelitian hukum semestinya meneliti kondisi hukum secara intrinsik, yaitu hukum sebagai sistem nilai dan hukum sebagai norma sosial, dengan bekal pemahaman yang mendalam mengenai undang-undang yang sedang ditelaah sebagai objek penelitian. Hasil akhir dari metode inilah yang disebut sebagai preskripsi, yaitu apa yang seyogianya.

Comments

Popular posts from this blog

PERMASALAHAN HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN PENDEKATAN HUKUM PROGRESIF

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1                Latar Belakang Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dimana sifat Welas Asih dan Rahmat dapat menjadi "panutan". Sifat Ar-Rohman (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya (manusia), sedangkan sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu merupakan Rahmat yang menyebabkan Allah selalu melimpahkan Rahmat-Nya. Berawal dari itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan hati nurani oleh karena itu selalu di dunia ini memancarkan sifat Welas Asih dan Rahmat baik kepada sesama manusia, sesama makhluk dan alam semesta, sehingga memberikan "Rahmatan Lil Alamin" bagi seluruh alam semesta. Setiap orang yang bisa berpikir jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya di bumi ini bukan atas kehendak bebasnya sendiri, bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk dihormati, bukan untuk dipermalukan. [1]

Jasa Pembuatan Jurnal Ilmiah (Sinta dan Scopus)

  Jasa Pembuatan Tulisan Hukum berupa pembuatan Naskah Jurnal ilmu hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademis Hukum tamatan FH USU dan MH UI.  Jurnal yang kami kerjakan dijamin tidak copy paste, sesuai dengan metode penulisan hukum dan akan kami buat dengan landasan teori hukum. Karena kami tidak ingin Tesis anda hanya asal jadi saja. Kami juga memiliki penyediaan referensi yang terbaru, dengan fasilitas jurnal dan perpustakaan FH UI yang dapat kami gunakan Untuk lebih meyakinkan anda bahwa kami telah berpengalaman, silahkan cek IG kami @jasapenulisanhukum Jurnal yang disarankan oleh dikti untuk publikasi sebenarnya ada 2 yaitu jurnal nasional dan jurnal internasional. Jika jurnal nasional yang anda pilih maka harus terindex Sinta dan terakreditasi. Jika internasional yang anda pilih setidaknya harus terindex Scopus tetapi sangat berat untuk memasuki scopus ini. Selain itu anda juga harus berhati hati karena scopus pun juga ada yang predator atau jurnal abal- abal. Tetapi untuk S