Skip to main content

Ringkasan Perkuliahan Transaksi Berjamin

1. Bilamana dalam rangka memperoleh kredit dari salah satu Bank disyaratkan ada pemberian jaminan dengan pembebanan Hak Tanggungan, maka menurut Pasal 4 UUPA UUHT, hak-hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan adalah : Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Kemudian juga menurut Pasal 39 UUPA yang menyatakan Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan.  Sehingga berdasarkan peraturan tersebut dan dihubungkan kasus tersebut, yang dapat menjadi obyek pembebanan Hak Tanggungan oleh PT. GUA adalah Tanah Hak Guna Bangunan yang berada di atas Tanah Pengelolaan
2. Prosedur pembebanan Hak Tanggungan atas Tanah Hak Guna Bangunan yang berada di atas Tanah Pengelolaan Milik Pemerintah Daerah pada prinsipnya tidak berbeda dengan proses pemberian HT atas tanah-tanah hak lainnya, yaitu Proses dan tata cara pembebanan Hak Tanggungan terdiri atas 2 (dua) tahap yaitu :
a. Tahap pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang didahului dengan perjanjian hutang piutang yang dijamin.
b. Tahap pendaftaran yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten / Kotamadya setempat.
Namun ada sedikit pembedaan. Dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah ditentukan bahwa pengalihan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan memerlukan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan. Sehubungan dengan itu mengingat kemungkinan diaihkannya hak guna bangunan tersebut dalam rangka eksekusi hak tanggungan maka pembebanan hak tanggungan atas hak guna bangunan itu juga memerlukan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan yang akan berlaku sebagai persetujuan untuk pengalihannya apabila kemudian diperlukan dalam rangka eksekusi hak tanggungan.
Juga dengan surat Edaran MNA/Ka.BPN No.630.1-3430 tanggal 17 September 1998, sebagaimana dimuat dalam buku Profesor Arie Sukanti Hutagalung, S.H., M.LI. dan DR. Oloan Sitorus, S.H., M.S., Seputar Hak Pengelolaan, yang pada intinya menyetakan: ”karena eksekusi HT mengakibatkan HGB atau Hak Pakai tersebut  beralih kepada pihak lain maka untuk pembebanan HT tersebut diperlukan adanya persetujuan tertulis dari pemegang HPL yang akan berlaku sebagai persetujuan pengalihan hak tersebut sebagai akibat eksekusi HT”. 
3. Apabila dalam pemberian Hak Tanggungan tidak diperjanjikan untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang, maka berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan untuk memenuhi sifat accesoir,  hal yang dapat dilakukan adalah dengan mencantumkan klausul-klausul untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tersebut ke dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
4. Dalam hal hak guna bangunan akan dibebani dengan hak tanggungan maka pemberian hak tanggungan tersebut memang haruslah didahului dengan perjanjian untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang yang perjanjiannya merupakan satu kesatuan dengan perjanjian utang-piutang tersebut serta pemberian hak hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT. Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang menentukan bahwa:
(1) Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
(2) Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Juga berdasarkan Pasal 35 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996,  Hak Guna Bangunan dapat dipindahtangankan, yakni dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
Karena Hak Tanggungan itu membebani “hak atas tanah”, bukan” tanahnya’. Sebagai benda tidak bergerak tanahnya tidak kemana-mana, namun hak atas tanah bisa beralih atau dialihkan atau berakhir jangka waktunya seperti Hak Guna Bangunan. Dimana menurut Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 ayat (2) dengan berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan, menurut undang-undang hak atas tanahnya menjadi hapus dan dengan demikian hak-hak yang membebaninya seperti Hak Tanggungan ikut hapus. Sehingga perlu dibuatnya perjanjian pengalihan hak untuk mengamankan kepentingan kreditor yakni Bank Mandiri.
5. Droit de suite atau zaaksgevolg merupakan salah satu ciri hak kebendaan, yakni suatu hak yang terus mengikuti pemilik benda, atau hak yang mengikuti bendanya di tangan siapapun (het recht volgt de eigendom van de zaak). Hak kebendaan itu sendiri adalah suatu hak absolut, artinya hak yang melekat pada suatu benda, memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh setiap orang
Bila droit de suite ini dikaitkan dengan cara mengamankan kepentingan pembeli/pemilik apartemen apabila PT. GUA melakukan wanprestasi adalah berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga.
Juga terdapat yurispudensi dari Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1025/Pdt.G/2012/PN.Sby, dikatakan bahwa asas droit de suite memberikan kepastian kepada kreditor mengenai haknya untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah penguasaan fisik atau hak atas tanah penguasaan yuridis, yang menjadi obyek hak tanggungan bila debitor wanprestasi, sekalipun tanah atau hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan itu dijual oleh pemiliknya atau pemberi hak tanggungan kepada pihak ketiga.
Sehingga walaupun ternyata kemudian PT. GUA wanprestasi. tetapi sebagai akibat sifat absolut dan droit de suite yang terkandung dalam hak kebendaan, maka. Dengan demikian, hak yang dimiliki pembeli/apartemen sepenuhnya tetap dapat mempertahankan haknya.
.
Ondeelbaarheid Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa hak tanggungan bersifat tidak dapat dibagi-bagi artinya bahwa suatu Hak Tanggungan membebani secara utuh benda yang menjadi obyeknya dan setiap bagian daripadanya
Bila Ondeelbaarheid ini dikaitkan dengan cara mengamankan kepentingan pembeli/pemilik apartemen apabila PT. GUA melakukan wanprestasi adalah dengan diadakannya “Roya Partial”. Dimana bila menurut Prof. Ny. Arie S dari buku Condominium dan Permasalahannya, halaman 78-79, Roya Partial adalah suatu lembaga hukum baru yang memungkinkan penyelesaian praktis mengenai pembayaran kembali secara angsuran kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada rumah susun sebagai jaminan kredit konstruksinya, maka dapat diperjanjikan dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan (“APHT”) – nya bahwa pelunasan utang yang dijamin tersebut dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing – masing satuan rumah susunnya (sesuai dengan Nilai Perbandingan Proporsional satuan rumah susun yang bersangkutan) yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan. Dengan dilakukannya pelunasan itu, maka satuan rumah susun yang harganya telah dilunasi dan telah digunakan untuk membayar angsuran tersebut, terbebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Ketentuan ini untuk menampung kebutuhan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan rumah susun yang semula menggunakan kredit konstruksi untuk membangun rumah susun dan kemudian akan menjual satuan–satuan rumah susun kepada konsumen, sedangkan untuk membayarnya konsumen juga sering menggunakan kredit pemilik apartemen dengan jaminan satuan rumah susun yang bersangkutan.
6. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa Ondeelbaarheid Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa hak tanggungan bersifat tidak dapat dibagi-bagi artinya bahwa suatu Hak Tanggungan membebani secara utuh benda yang menjadi obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Apabila kemudian PT. GUA melunasi sebagian dari utang dibayar, pembayaran itu tidak membebaskan sebagian dari benda yang dibebani Hak Tanggungan. Penyimpangan terhadap asas ini hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut diperjanjikan secara tegas di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Asas tidak dapat dibagi-bagi itu dapat disimpangi dalam hal Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan melalui Roya Partial dengan cara angsuran sebesar nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian, Hak Tanggungan itu hanya akan membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
7. Apabila kemudian hari PT. GUA tidak membayar tagihan pembayaran kredit yang diberikan oleh BM yang telah jatuh tempo, maka Bila dalam APHT ternyata tidak diperjanjikan bahwa BM diberikan kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri sebagai obyek hak tanggungan apabila PT. GUA cidera janji, maka BM tidak dapat langsung melakukan eksekusi Hak Tanggungan dengan untuk menjual sendiri melalui kantor lelang, karena berdasarkan Pasal 11 ayat 2 huruf e Undang-undang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa “penegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji”.

Comments

Popular posts from this blog

Resume Isu Hukum - Prof. Peter Mahmud

ISU HUKUM  A. Mengidentifikasi Isu Hukum Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum, seperti halnya posisi permasalahan di dalam penelitian bukan hukum, isu hukum harus dipecahkan dalam penelitian hukum. Dalam penelitian hukum harus dijawab terlebih dahulu, apakah masalah yang akan diteliti tersebut merupakan isu hukum. Sebuah masalah yang kelihatannya konkrit belum tentu merupakan sebuah isu hukum.  Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, dimana hubungan tersebut dapat bersifat fungsional, kausalitas (proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lainnya), maupun yang satu menegaskan yang lainnya.  Untuk memahami isu hukum perlu pemahaman mengenai ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut penelitian tataran teori

PERMASALAHAN HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN PENDEKATAN HUKUM PROGRESIF

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1                Latar Belakang Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dimana sifat Welas Asih dan Rahmat dapat menjadi "panutan". Sifat Ar-Rohman (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya (manusia), sedangkan sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu merupakan Rahmat yang menyebabkan Allah selalu melimpahkan Rahmat-Nya. Berawal dari itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan hati nurani oleh karena itu selalu di dunia ini memancarkan sifat Welas Asih dan Rahmat baik kepada sesama manusia, sesama makhluk dan alam semesta, sehingga memberikan "Rahmatan Lil Alamin" bagi seluruh alam semesta. Setiap orang yang bisa berpikir jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya di bumi ini bukan atas kehendak bebasnya sendiri, bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk dihormati, bukan untuk dipermalukan. [1]

Jasa Pembuatan Jurnal Ilmiah (Sinta dan Scopus)

  Jasa Pembuatan Tulisan Hukum berupa pembuatan Naskah Jurnal ilmu hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademis Hukum tamatan FH USU dan MH UI.  Jurnal yang kami kerjakan dijamin tidak copy paste, sesuai dengan metode penulisan hukum dan akan kami buat dengan landasan teori hukum. Karena kami tidak ingin Tesis anda hanya asal jadi saja. Kami juga memiliki penyediaan referensi yang terbaru, dengan fasilitas jurnal dan perpustakaan FH UI yang dapat kami gunakan Untuk lebih meyakinkan anda bahwa kami telah berpengalaman, silahkan cek IG kami @jasapenulisanhukum Jurnal yang disarankan oleh dikti untuk publikasi sebenarnya ada 2 yaitu jurnal nasional dan jurnal internasional. Jika jurnal nasional yang anda pilih maka harus terindex Sinta dan terakreditasi. Jika internasional yang anda pilih setidaknya harus terindex Scopus tetapi sangat berat untuk memasuki scopus ini. Selain itu anda juga harus berhati hati karena scopus pun juga ada yang predator atau jurnal abal- abal. Tetapi untuk S