Ringkasan Using Etnography as a Tool in Legal Research: An Anthropological Perpective (Menggunakan Etnografi Sebagai Alat Dalam Penelitian Hukum: Sebuah Perspektif Antropologi), oleh : Anne Griffiths
I. Pengantar
Ringkasan ini akan memuat tiga pokok bahasan, yaitu : metodologi penelitian hukum yang ditemukan dalam Materi, teori atau konsep hukum yang menarik dan belum pernah ditemukan dalam kuliah oleh anggota kelompok, dan pokok-pokok pikiran yang dapat digunakan untuk pembuatan tesis.
II. Identifikasi Metode Penelitian Hukum
Materi bacaan menunjukkan cara kerja peneliti, Anne Griffiths, melakukan penelitian untuk membangun fondasi hukum keluarga untuk masyarakat Botsawana. Untuk meningkatkan tingkat implementasi dari hukum yang akan disusun, peneliti menggunakan metode penelitian sosio-legal, peneliti tidak membatasi diri hanya pada penelitian dogmatik. Peneliti menggunakan metode Etnografi untuk memahami kondisi sosial dimana hukum bekerja.
“.. I not only worked with conventional legal sources such as …. as well as interviews with court officials, but also …. to include village members discussions of every day life, including women’s dan men’s life histories and extended narratives of dispute” (page 114)
“… documenting people’s experiences of law daily life”
Dalam pernyataan di atas peneliti menunjukkan metode penelitian sosial yang dipakainya yaitu wawancara, menelusuri sejarah hidup individu dan mendeskripsikan perselisihan yang ada apa adanya. Untuk melakukan penelitian Etnografi tersebut, peneliti terjun langsung ke dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian.
Penelitian dilakukan di Afrika bagian Selatan di Bakwena, desa Tsawana, Botsawana, antara tahun 1982-1989. Objek penelitian adalah anggota Mosotho Kgotla yang mewakili 1 dari 71 kelompok sosial yang ada pada tahun 1982.
Untuk mencapai tujuan penelitian, fokus dari peneliti adalah memahami bagaimana keluarga-keluarga hidup di Bakwena, khususnya bagaimana posisi pria dan wanita, posisi suatu keluarga, hubungan antar keluarga, bagaimana perselisihan diselesaikan dalam struktur masyarakat yang ada, dan mengungkap persepsi masyarakat terhadap hukum.
Peneliti menemukan bahwa dalam masyarakat Kwena terdapat pembatasan-pembatasan kepada wanita dimana wanita tidak akan pernah dapat menjadi ketua dari Kgotla. Sejak awal dalam setiap keluarga sudah ditanamkan konsep-konsep dasar tentang struktur politik dimana otoritas didasarkan atas usia dan status, dan wanita tidak memiliki otoritas untuk itu walaupun mereka bertindak sebagai kepala keluarga. Walaupun demikian, dalam beberapa keluarga yang relative terpandang, wanita dapat memiliki peran lebih besar, bila wanita tersebut didukung oleh keluarganya, khususnya oleh anggota keluarga yang pria. Kondisi umum wanita ini sangat berpengaruh dalam membangun kekuatan wanita dalam berperkara ketika ada perselisihan, seperti perceraian. Pada umumnya wanita berada dalam posisi yang lemah karena keterbatasan akses yang diakibatkan oleh pembatasan-pembatasan tersebut di atas.
Posisi suatu keluarga dalam struktur masyarakat di Tswana Village sangat tergantung kepada jejaring sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Semakin banyak anggota keluarga yang berpendidikan, atau bekerja di pemerintahan, atau memiliki pekerjaan tetap, disebut sebagai “salariat”, semakin kuat posisi keluarga tersebut dalam struktur masyarakat. Pada umumnya, kondisi keluarga di Bakwena adalah “peasantriat”, yaitu keluarga-keluarga yang umumnya miskin, yang saling bergantung dengan cara berbagi sumber daya, dan sumber penghasilannya adalah dari pertanian dan ternak. Status keluarga ini berpengaruh dalam membangun kekuatan untuk bernegosiasi dalam perselisihan. Kaum “salariat” memiliki lebih banyak kekuatan dibandingkan kaum “peasantariat.
Mengenai struktur penyelesaikan perkara, peneliti menguraikan, antara lain, bahwa Tswana Village memiliki struktur yang disebut sebagai Moleplole, yang terdiri dari unit administratif yang dikenal sebagai wards dan dikgotla. Struktur ini dipimpin oleh Pria yang paling senior dan paling kuat di desa tersebut. Pemimpin ini antara lain bertugas memimpin penyelesaian perselisihan menggunakan hukum kebiasaan yang berlaku.
Temuan-temuan diatas diuraikan oleh peneliti dalam beberapa kasus yang peneliti temukan.
Salah satu kasus adalah mengenai Ninika (wanita) dan Moagisi (pria), yang tinggal di Bakwena. Pernikahan mereka tersebut tidak disetujui oleh Ibu dari Moagisi. Hal tersebut di antaranya karena Ninika sudah memiliki anak dari orang lain (sebelum menikah dengan Moagisi), serta fakta bahwa Ninika berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dan memiliki orangtua yang telah bercerai. Ketidakcocokan yang muncul antara Ibu mertua dan Ninika akhirnya berlanjut kepada perselisihannya dengan Moagisi. Mulanya keluarga mencoba untuk memediasi permasalahan-permasalahan pasangan itu, namun tidak berhasil. Akhirnya proses penyelesaian permasalahan ditempuh melalui system Kgotla, namun mencapai titik buntu dan akhirnya mereka menempuh jalur pengadilan yang berujung pada cerainya Ninika dan Moagisi. Ninika yang berpendidikan rendah tidak mengetahui mengenai adanya pembagian harta gono-gini, meski dalam pengakuan Moagisi yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki ternak maupun peternakan, atau bahkan lahan untuk digarap.
Penelitian ini menggambarkan bahwa di Molepole ketidaksetaraan gender sudah termasuk dalam kaidah-kaidah hukum adat mereka, kendati demikian hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan serta status sosial dari keluarga.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulan bahwa etnografi lebih menitikberatkan kepada penelitian yang bersifat kualitatif. Dengan menggunakan metode Etnografi peneliti mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas, dengan melibatkan Observatory Participant.
Peneliti yang menggunakan metode ini mengaharuskan partisipasi penelti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial tertentu, sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang detail dari informan langsung, dan tanpa disadari oleh kaum positivis metode ini sangat berkontribusi besar di bidang hukum.
Penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan metode Etnografi dapat mengetahui dan menemukan secara jelas bagaimana hukum berkerja dan terajut dalam hidup keseharian penegak hukum, mengetahui bagaimana warga masyarakat bergaul dengan hukum, memberi makna dan interpretasi terhadap hukum atau lembaga tertentu, mengenatahui spirit dari peraturan perundang-undangan, kepentingan dan relasi kuasa yang tarik menarik yang menjadi latar belakang proses perumusannya.
III. Teori Hukum
Ada tiga teori yang dirujuk dalam penelitan tersebut di atas:
1. Teori hukum konvensional
2. Teori “hukum sebagai proses”
3. Teori “feminist jurisprudence”
Teori hukum yang pertama merupakan teori menganalisis hukum sebagai teks, yaitu berdasarkan dokumen hukum yang ada. Teori ini bukan teori baru dan sudah umum digunakan dalam metode penelitian hukum dogmatik.
Teori hukum yang kedua juga bukan teori yang baru, walaupun penggunaannya tidak seumum teori yang pertama. Teori yang kedua ini mengadopsi perspektif “berorientasi kepada aktor", dengan menerapkan teori ini peneliti akan memetakan siapa yang berada didalam dan diluar hukum. Teori yang kedua ini pada dasarnya adalah teori yang digunakan dalam metode penelitian sosio-legal.
Teori ketiga adalah teori yang membahas mengenai kesetaraan gender antara wanita dan pria. Teori ini dipakai untuk memetakan peran wanita dalam hukum di daerah penelitian.
IV. Masukan untuk Tesis
No Nama Masukan untuk tesis
1 Arman Dari uraian tentang penelitian yang dilakukan oleh Anne Griffith, metode penelitian tesis yang mungkin saya gunakan adalah dengan melakukan riset langsung ke lapangan, dengan tema tesis yang mungkin saya angkat adalah hal Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat setempat.
2 Clara Dengan etnografi, saya dapat meneliti bagaimana usaha mikro menggunakan hukum untuk melindungi usahanya dalam melakukan bisnis lintas negara menggunakan kanal elektronik.
3 Edy Dari bacaan di atas, muncul ide yang mungkin dapat digunakan untuk tesis yaitu efektifitas perlindungan hukum tenaga kerja wanita yang bekerja di industry pertambangan
4 Rajul Dengan etnografi, saya dapat melihat keadaan masyarakat dalam menggunakan internet banking yang merupakan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi
5 Ricky Dari uraian singkat mengenai penelitian di atas, hal pokok yang dapat saya ambil adalah kedetilan pengambilan variable-variabel yang digunakan dalam tema yang kemungkinan saya angkat mengenai perlindungan konsumen
Ringkasan ini akan memuat tiga pokok bahasan, yaitu : metodologi penelitian hukum yang ditemukan dalam Materi, teori atau konsep hukum yang menarik dan belum pernah ditemukan dalam kuliah oleh anggota kelompok, dan pokok-pokok pikiran yang dapat digunakan untuk pembuatan tesis.
II. Identifikasi Metode Penelitian Hukum
Materi bacaan menunjukkan cara kerja peneliti, Anne Griffiths, melakukan penelitian untuk membangun fondasi hukum keluarga untuk masyarakat Botsawana. Untuk meningkatkan tingkat implementasi dari hukum yang akan disusun, peneliti menggunakan metode penelitian sosio-legal, peneliti tidak membatasi diri hanya pada penelitian dogmatik. Peneliti menggunakan metode Etnografi untuk memahami kondisi sosial dimana hukum bekerja.
“.. I not only worked with conventional legal sources such as …. as well as interviews with court officials, but also …. to include village members discussions of every day life, including women’s dan men’s life histories and extended narratives of dispute” (page 114)
“… documenting people’s experiences of law daily life”
Dalam pernyataan di atas peneliti menunjukkan metode penelitian sosial yang dipakainya yaitu wawancara, menelusuri sejarah hidup individu dan mendeskripsikan perselisihan yang ada apa adanya. Untuk melakukan penelitian Etnografi tersebut, peneliti terjun langsung ke dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian.
Penelitian dilakukan di Afrika bagian Selatan di Bakwena, desa Tsawana, Botsawana, antara tahun 1982-1989. Objek penelitian adalah anggota Mosotho Kgotla yang mewakili 1 dari 71 kelompok sosial yang ada pada tahun 1982.
Untuk mencapai tujuan penelitian, fokus dari peneliti adalah memahami bagaimana keluarga-keluarga hidup di Bakwena, khususnya bagaimana posisi pria dan wanita, posisi suatu keluarga, hubungan antar keluarga, bagaimana perselisihan diselesaikan dalam struktur masyarakat yang ada, dan mengungkap persepsi masyarakat terhadap hukum.
Peneliti menemukan bahwa dalam masyarakat Kwena terdapat pembatasan-pembatasan kepada wanita dimana wanita tidak akan pernah dapat menjadi ketua dari Kgotla. Sejak awal dalam setiap keluarga sudah ditanamkan konsep-konsep dasar tentang struktur politik dimana otoritas didasarkan atas usia dan status, dan wanita tidak memiliki otoritas untuk itu walaupun mereka bertindak sebagai kepala keluarga. Walaupun demikian, dalam beberapa keluarga yang relative terpandang, wanita dapat memiliki peran lebih besar, bila wanita tersebut didukung oleh keluarganya, khususnya oleh anggota keluarga yang pria. Kondisi umum wanita ini sangat berpengaruh dalam membangun kekuatan wanita dalam berperkara ketika ada perselisihan, seperti perceraian. Pada umumnya wanita berada dalam posisi yang lemah karena keterbatasan akses yang diakibatkan oleh pembatasan-pembatasan tersebut di atas.
Posisi suatu keluarga dalam struktur masyarakat di Tswana Village sangat tergantung kepada jejaring sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Semakin banyak anggota keluarga yang berpendidikan, atau bekerja di pemerintahan, atau memiliki pekerjaan tetap, disebut sebagai “salariat”, semakin kuat posisi keluarga tersebut dalam struktur masyarakat. Pada umumnya, kondisi keluarga di Bakwena adalah “peasantriat”, yaitu keluarga-keluarga yang umumnya miskin, yang saling bergantung dengan cara berbagi sumber daya, dan sumber penghasilannya adalah dari pertanian dan ternak. Status keluarga ini berpengaruh dalam membangun kekuatan untuk bernegosiasi dalam perselisihan. Kaum “salariat” memiliki lebih banyak kekuatan dibandingkan kaum “peasantariat.
Mengenai struktur penyelesaikan perkara, peneliti menguraikan, antara lain, bahwa Tswana Village memiliki struktur yang disebut sebagai Moleplole, yang terdiri dari unit administratif yang dikenal sebagai wards dan dikgotla. Struktur ini dipimpin oleh Pria yang paling senior dan paling kuat di desa tersebut. Pemimpin ini antara lain bertugas memimpin penyelesaian perselisihan menggunakan hukum kebiasaan yang berlaku.
Temuan-temuan diatas diuraikan oleh peneliti dalam beberapa kasus yang peneliti temukan.
Salah satu kasus adalah mengenai Ninika (wanita) dan Moagisi (pria), yang tinggal di Bakwena. Pernikahan mereka tersebut tidak disetujui oleh Ibu dari Moagisi. Hal tersebut di antaranya karena Ninika sudah memiliki anak dari orang lain (sebelum menikah dengan Moagisi), serta fakta bahwa Ninika berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dan memiliki orangtua yang telah bercerai. Ketidakcocokan yang muncul antara Ibu mertua dan Ninika akhirnya berlanjut kepada perselisihannya dengan Moagisi. Mulanya keluarga mencoba untuk memediasi permasalahan-permasalahan pasangan itu, namun tidak berhasil. Akhirnya proses penyelesaian permasalahan ditempuh melalui system Kgotla, namun mencapai titik buntu dan akhirnya mereka menempuh jalur pengadilan yang berujung pada cerainya Ninika dan Moagisi. Ninika yang berpendidikan rendah tidak mengetahui mengenai adanya pembagian harta gono-gini, meski dalam pengakuan Moagisi yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki ternak maupun peternakan, atau bahkan lahan untuk digarap.
Penelitian ini menggambarkan bahwa di Molepole ketidaksetaraan gender sudah termasuk dalam kaidah-kaidah hukum adat mereka, kendati demikian hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan serta status sosial dari keluarga.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulan bahwa etnografi lebih menitikberatkan kepada penelitian yang bersifat kualitatif. Dengan menggunakan metode Etnografi peneliti mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas, dengan melibatkan Observatory Participant.
Peneliti yang menggunakan metode ini mengaharuskan partisipasi penelti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial tertentu, sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang detail dari informan langsung, dan tanpa disadari oleh kaum positivis metode ini sangat berkontribusi besar di bidang hukum.
Penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan metode Etnografi dapat mengetahui dan menemukan secara jelas bagaimana hukum berkerja dan terajut dalam hidup keseharian penegak hukum, mengetahui bagaimana warga masyarakat bergaul dengan hukum, memberi makna dan interpretasi terhadap hukum atau lembaga tertentu, mengenatahui spirit dari peraturan perundang-undangan, kepentingan dan relasi kuasa yang tarik menarik yang menjadi latar belakang proses perumusannya.
III. Teori Hukum
Ada tiga teori yang dirujuk dalam penelitan tersebut di atas:
1. Teori hukum konvensional
2. Teori “hukum sebagai proses”
3. Teori “feminist jurisprudence”
Teori hukum yang pertama merupakan teori menganalisis hukum sebagai teks, yaitu berdasarkan dokumen hukum yang ada. Teori ini bukan teori baru dan sudah umum digunakan dalam metode penelitian hukum dogmatik.
Teori hukum yang kedua juga bukan teori yang baru, walaupun penggunaannya tidak seumum teori yang pertama. Teori yang kedua ini mengadopsi perspektif “berorientasi kepada aktor", dengan menerapkan teori ini peneliti akan memetakan siapa yang berada didalam dan diluar hukum. Teori yang kedua ini pada dasarnya adalah teori yang digunakan dalam metode penelitian sosio-legal.
Teori ketiga adalah teori yang membahas mengenai kesetaraan gender antara wanita dan pria. Teori ini dipakai untuk memetakan peran wanita dalam hukum di daerah penelitian.
IV. Masukan untuk Tesis
No Nama Masukan untuk tesis
1 Arman Dari uraian tentang penelitian yang dilakukan oleh Anne Griffith, metode penelitian tesis yang mungkin saya gunakan adalah dengan melakukan riset langsung ke lapangan, dengan tema tesis yang mungkin saya angkat adalah hal Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat setempat.
2 Clara Dengan etnografi, saya dapat meneliti bagaimana usaha mikro menggunakan hukum untuk melindungi usahanya dalam melakukan bisnis lintas negara menggunakan kanal elektronik.
3 Edy Dari bacaan di atas, muncul ide yang mungkin dapat digunakan untuk tesis yaitu efektifitas perlindungan hukum tenaga kerja wanita yang bekerja di industry pertambangan
4 Rajul Dengan etnografi, saya dapat melihat keadaan masyarakat dalam menggunakan internet banking yang merupakan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi
5 Ricky Dari uraian singkat mengenai penelitian di atas, hal pokok yang dapat saya ambil adalah kedetilan pengambilan variable-variabel yang digunakan dalam tema yang kemungkinan saya angkat mengenai perlindungan konsumen
Comments
Post a Comment