Skip to main content

ANALISIS TEORITIS KOALISI PRESIDENSIAL DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka. Masyarakat merupakan negara yang jika cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.
Bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya negara merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Secara ringkas, proses tersebut sebagai berikut:
1) Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
2) Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
3) Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya adalah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dan negara menunjukkan 3 (tiga) kenyataan yaitu:
1) Kekuasaan tertinggi.
2) Wilayah (lingkungan kekuasaan).
3) Warga negara (Nationalen, staatsburgers) atau Bangsa-Negara (Staatsvolk)
Namun selain daripada itu, kita dapat melihat sisi lain lagi mengenai negara melalui faktor terbentuknya negara, sebagian teori mengatakan bahwa negara terbentuk melalui faktor etnis yang disebabkan oleh sekelompok manusia yang mendiami wilayah yang mempunyai cita-cita yang sama, baik fisik, budaya, adat istiadat, bahasa dan agama untuk membentuk sebuah negara bangsa. Dan faktor selanjutnya adalah faktor politis, yaitu adanya sekelompok manusia dengan latar belakang sejarah yang sama, senasib dan sepenanggungan dan mereka bersepakat hidup bersama yang mempunyai cita-cita membentuk sebuah negara bangsa.5
Negara Indonesia adalah salah satu negara yang terbentuk secara politis, jadi memang pada dasarnya kekuatan atau naluri politis telah mengilhami lahirnya negara ini. Paham mengenai negara ini tumbuh di Indonesia dikarenakan adanya hubungan dengan dunia Barat melalui perdagangan yang kemudian berubah menjadi hubungan kolonisasi. Berdasarkan hal tersebut menjadi dasar bahwa negara Indonesia mendapat dorongan dari luar.6
Untuk menjalankan sebuah negara, dibutuhkan sebuah sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan diperlukan guna menjaga kestabilan sebuah negara. Secara luas, sistem pemerintahan merupakan suatu tatanan atau struktur pemerintahan negara yang bertitik tolak dari hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan pemerintahan pusat dan bagian ditingkat lokal. Sistem pemerintahan adalah suatu tatanan atau struktur pemerintahan yang bertitik tolak dari hubungan sebagian organ negara di tingkat pusat, khususnya antara eksekutif dan legislatif.7
Indonesia adalah negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dan menganut sistem pemerintahan presidensial dimana Presiden Negara Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara (head of state) dan sekaligus sebagai kepala pemerintahan (head of government) dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggungjawab kepadanya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945.8
Negara yang manganut sistem presidensial akan menempatkan Presiden sebagai Kepala Nagara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan, dengan demikian kedudukan Presiden merupakan kedudukan yang kuat didalam menjalankan sistem permerintahan. Akan tetapi dalam konteks Negara Indonesia kedudukan Presiden yang sangat strategis tersebut justru bertolak belakang dimana Presiden tidak dapat bertindak cepat dalam mengambil keputusan hal ini diakibatkan perhitungan politik dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jika presiden tidak memperhitungkan dinamika politik yang ada dalam keanggotaan DPR maka dapat berakibat terjadinya kesenjangan antar partai koalisi yang ada di DPR. Mengingat didalam koalisi terdapat banyak partai politik yang memiliki kepenntingan satu sama lain berbeda beda, sehingga keputusan yang diambil oleh presiden harus memperhatikan kepentingan partai-partai koalisi tersebut.
Selain itu, dengan banyaknya partai politik dalam suatu koalisi akan mempengaruhi Kabinet Presiden, dalam konteks ini Presiden harus menempatkan perwakilan anggota partai koalisi dalam susunan kabinet. Suatu susunan kabinet yang semestinya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat diandalkan di dalam menjalankan tugas presiden namun dimungkinkan terdapat anggota kabinet yang memiliki SDM yang tidak memadahi, hal ini terjadi akibat perhitungan politik yang menempatkan beberapa anggota partai politik koalisi untuk dimasukkan dalam jajaran kabinet. Apabila koalisi terdiri dari banyak partai politik tentu akan menempatkan setiap anggota partai tersebut didalam kabinet, jika tidak dilakukan penempatan tentu partai politik akan keluar dari koalisi sehingga presiden akan semakin melemah.
Dalam implementasi sistem pemerintahan presidensial yang terdapat sistem multipartai, tentu proses koalisi adalah suatu hal yang harus dilakukan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi dengan tujuan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Pada pasarnya koalisi adalah untuk membentuk pemerintahan yang lebih kuat (Strong), mandiri (autonomous), dan tahan lama (durable) didalam menjalankan pemerintahan.
Pasca dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, dapat dilihat bahwa pelaksanaan pemerintahan mengarah pada penguatan sistem presidensial, termasuk dilakukannya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. dimana pada masa sebelum amandemen proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR (Majelis Permusyawarayan Rakyat) kemudian pasca amandemen Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung berdampak pada pertanggungjawaban Presiden itu sendiri yaitu kepada rakyat yang telah memilih bukan kepada anggota MPR seperti orde lama maupun orde baru.
Penguatan sistem Presidensial dimana presiden bertanggungjawab tidak lagi kepada parlemen melainkan kepada rangyat, tentu akan memposisikan Presiden lebih kuat yang tidak bisa diberhentikan oleh parlemen dengan alasan pertanggungjawaban ditolak oleh parlemen. Namun yang terjadi dalam pelaksanaanya Presiden tidak kuat karena terjadi pergeseran, yakni dari eksekutif heavy menjadi legislatif heavy. Artinya telah terjadi pergeseran kekuatan dalam pelaksanaan pemerintahan dari eksekutif ke legislatif. Pergeseran ini dikarenakan Presiden didalam mengambil suatu kebijakan mengharuskan melibatkan dan memperhatikan peran DPR sebagaimana yang dimaksud didalam peraturan perundang-undangan, dengan demikian Presiden harus memperkuat koalisi agar dapat mengambil kebijakan sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan Presiden.
Didalam koalisi tentunya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan partai politik yang ada didalam koalisi tersebut, jika dalam koalisi terdapat banyak partai (multi partai) tentu Presiden harus berkoalisi dengan beberapa partai yang dominan. Jika koalisi dengan banyak partai tentu akan memperkuat dalam konteks persetujuan apabila koalisi memiliki satu ide, gagasan, visi dan misi, akan tetapi sebaliknya koalisi dengan multii partai justru dapat melemahkan Presiden karena didalam pengambilan keputusan tersebut Presiden harus mempertimbangkan kepentingan-kepentingan partai koalisi yang ada, sehingga hal ini justru akan mempersulit dalam pengambilan keputusan. Selain itu koalisi bisa menjadi ancaman jika beralih menjadi oposisi jika kepentingan partai tersebut tidak sejalan dengan Presiden.
Persoalan yang sangat rumit yang dihadapi oleh Presiden didalam menjalankan pemerintahan adalah dengan berkoalisi banyak partai. Sehingga berakibat pada sikap Presiden didalam menentukan sikap atau kebijakan akan lamban, lemah dan bahkan tidak sesuai dengan konsep yang dibentuk. Hal ini dikarenakan Presiden harus memikirkan kepentingan-kepantingan partai koalisi yang terdiri dari banyak partai dan memiliki perbedaan kepentingan. Sehingga hal ini tidak efektif didalam menjalankan sistem pemerintahan dan bahkan membatasi sistem presidensial.
Dalam mengatasi persoalan tersebut langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyederhadaan sistem multi partai atau bahkan mengubah sistem multi partai menuju sistem dwi partai. Sebagai partai yang kalah dalam pemilihan umu, partai ini melakukan kontrol atas partai yang menang dalam pemilihan umum tetapi partai yang kalah tetap loyal terhadap sistem politik. Walaupun berupaya keras mengalahkan partai yang berkuasa, partai tersebut tidak berupaya mengganti sistem politik yang berlaku.2
Koalisi di dalam sistem presidensial menjadi penting ketika lembaga eksekutif dan lembaga legislatif memiliki ruang intervensi yang lebih terhadap kerja di pemerintahan seperti yang terjadi di Indonesia. Pemerintah merasa perlu membangun koalisi yang dapat menstabilkan dan memuluskan kebijakan dan kerja-kerja pemerintahan. Mengenai hal tersebut, koalisi dibangun pemerintah dengan pembagian kursi kekuasaan sebagai ikatan koalisi, hal itulah yang tampak di dalam proses demokrasi sejak era reformasi. Walaupun dalam perjalanan koalisi mengalami beragam bentuk penekanan dan di dalam pelaksanaannya pun juga demikian, namun pemerintahan yang terbentuk sejak era reformasi tidak dapat dilepaskan dari koalisi partai politik.
Di Indonesia sendiri sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dengan menerapkan sistem multipartai yang berimplikasi pada koalisi kepartaian di dalamnya, sehingga akan memunculkan pertanyaan bagaimanakah koalisi partai partai politik dalam sistem presidensial Indonesia dan sejauh manakah koalisi partai politik dalam membentuk pemerintahan yang efektif.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah struktur sistem Presidensial dan struktur kepartaian di Indonesia?
2) Bagaimanakah koalisi presidensial dalam sistem pemerintahan di Indonesia?
3) Bagaimanakah hubungan  koalisi partai politik dalam membentuk good governance ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian menurut penulis adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui strukktur sistem presidensial dan sistem kepartaian di Indonesia
2) Untuk mengetahui dan menjelaskan koalisi partai politik dalam sistem presidensial Indonesia.
3) Untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan koalisi partai politik dalam membentuk good governance.

D. Kerangka Teori dan Konsep
Konsepsi Negara Hukum menurut Immanuel Kant dalam bukunya “Methaphysiche Ansfanggrunde der Rechtstaats”, paham negara hukum dalam arti sempit, menempatkan fungsi recht dan staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan negara yang diartikan secara pasif, bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Paham Immanuel Kant ini terkenal dengan sebutan nachtwachkerstaats (negara jaga malam) bertugas menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat, urusan kesejahteraan didasarkan pada persaingan bebas (free fight), laisez faire, laisez ealler, siapa yang kuat dia yang menang.16
Pemikiran Immanuel Kant memberi inspirasi dan mengilhami F.J. Stahl dengan lebih memantapkan prinsip liberalism bersamaan dengan lahirnya kontrak sosial dari Jean Jacques Rousseau, yang memberi fungsi negara menjadi dua bagian yaitu pembuat Undang-Undang (the making of law) dan pelaksana Undang-Undang (the executing of law).17
Konsep atau sistem Anglo saxon mempunyai tiga makna atau unsur:18
1) Adanya supremasi hukum (The absolut supremacy of predominance of regular law), supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, preogratif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah.
2) Persamaan di muka hukum (Equality before the law), persamaan di hadapan hukum yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga Negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama; tidak ada peradilan administrasi Negara.
3) Konstitusi yang berdasarkan pada hak-hak perseorangan (the law of the constitution…the consequence of the right of individuals,…), konstitusi adalah hasil dari ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah merupakan sumber, akan tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen sedemikian diperluas hingga membatasi posisi crown dan pejabat-pejabatnya.
Konsepsi Negara hukum oleh Immanuel Kant berkembang menjadi Negara hukum formal, hal ini dapat dilihat dari pendapat F.J. Stahl mengenai Negara hukum yang ditandai oleh empat unsur pokok yaitu:
(i) pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
(ii) Negara didasarkan pada teori trias politica,
(iii) Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang, dan
(iv) Ada Peradilan Administrasi Negara yang bertugas menangani kasus perbuatan hukum oleh pemerintah. Perbedaan pokok antara rechstaatsdengan rule of law ditemukan pada unsur peradilan administrasi.
Di dalam unsur rule of law tidak ditemukan adanya unsur peradilan administrasi, sebab di negara-negara Anglo Saxon penekanan terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum lebih ditonjolkan, sehingga dipandang tidak perlu menyediakan sebuah peradilan khusus untuk Pejabat Administrasi Negara. Prinsip equality before the law menghendaki agar prinsip persamaan antara rakyat dan pejabat administrasi Negara harus juga tercermin dalam lapangan peradilan. Pejabat administrasi atau pemerintah atau rakyat harus sama-sama tunduk kepada hukum dan persamaan kedudukan di hadapan hukum.19
Konsepsi Negara Hukum atau “rechtstaat” sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum di dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi negara hukum dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, :Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Dalam konsep negara hukum tersebut, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima di dalam dinamika kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.20
Menurut Jimly Asshiddiqie, cita negara hukum mengandung 13 prinsip. Ketigabelas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum (the rule of law, ataupun rechstaat) dalam arti yang sebenarnya,yaitu:21
1) Supremasi Hukum (Supremacy of law) Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada hakekatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya,konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi, bukanlah manusia. Pengakuan normatif mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam prilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang “supreme”.
2) Persamaan dalam Hukum Adanya persamaan kedudukan setiap orang di dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan tersebut, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan “affirmative actions” guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok sudah jauh lebih maju, misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing atau kelompok masyarakat hukum adat tertentu yang kondisinya terbelakang, kaum wanita ataupun anak-anak yang terlantar.
Pemerintahan sistem presidensial adalah suatu pemerintahan di mana kedudukan eksekutif tidak bertanggungjawab kepada Badan Perwakilan Rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan (langsung) parlemen. Dalam sistem ini, Presiden memiliki kekuasaan yang kuat, karena selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan yang mengetuai kabinet (Dewan Menteri).46
Dalam sistem presidensial, Presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun, masih ada mekanisme untuk mengontrol Presiden. Jika Presiden melakukan pelanggaran konstitusi, penghianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi Presiden bisa dijatuhkan. Bila Presiden diberhentikan karena pelanggaran-pelanggran tertentu, biasanya seorang Wakil Presiden yang akan menggantikan posisinya.48  Presiden bertanggungjawab kepada pemilihnya (kiescollege). Sehingga seorang Presiden diberhentikan atas tuduhan House of Representattives setelah diputuskan oleh senat. Misalnya, sistem pemerintahan presidensial di Amerika Serikat.49

E. Metode Penelitian
Untuk memperoleh informasi serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pokok permasalahan, diperlukan suatu metode penelitian ataupun pedoman dalam melakukan penelitian, sebab dengan menggunakan metode penelitian atau pedoman penelitian yang tepat dan benar akan diperoleh validitas data serta dapat mempermudah penulis dalam melakukan penelitian terhadap suatu masalah. Adapun metode penulisan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum pendekatan doktrinal yang bersifat normatif.
Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut bahan hukum yang mengikat yakni beberapa peraturan dasar baik yang pernah berlaku dan baik yang masih berlaku, mulai dari Undang–Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen), Konstitusi RIS 1945, Undang-Undang Dasar Sementara 1950, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (setelah amandemen). Adapun peraturan-peraturan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Poltik, Undang-Undang Nomor42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, media online, media cetak, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan sebagainya yang berhubungan dengan tulisan ini.
Bahan hukum tersiert Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan politik, ensiklopedia, dan sebagainya yang berhubungan dengan tulisan ini.
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah melalui study kepustakaan (library research), yaitu metode pengumpulan data dengan mencari, mencatat, menginventrisasi, mempelajari buku-buku, literatur-literatur, peraturan perundang-undangan,
Setelah data ini selesai, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah menganalisis data, pada tahap ini data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan menjawab pertanyaan.

F. Sistematika Penulisan
Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai hal-hal yang menyangkut materi pembahasan, untuk memudahkan pemahaman terhadap materi, maka seyogianya perlu dibuat sebuah sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang Latar belakang, rumusan permasalahan, maksud dan tujuan penelitian, kerangka teori dan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II  analisis struktur sistem Presidensial dan struktur kepartaian di Indonesia
BAB III analisis koalisi presidensial dalam sistem pemerintahan di Indonesia
BAB IV analisis hubungan  koalisi partai politik dalam membentuk good governance
BAB V Kesimpulan dan saran

Comments

Popular posts from this blog

Resume Isu Hukum - Prof. Peter Mahmud

ISU HUKUM  A. Mengidentifikasi Isu Hukum Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum, seperti halnya posisi permasalahan di dalam penelitian bukan hukum, isu hukum harus dipecahkan dalam penelitian hukum. Dalam penelitian hukum harus dijawab terlebih dahulu, apakah masalah yang akan diteliti tersebut merupakan isu hukum. Sebuah masalah yang kelihatannya konkrit belum tentu merupakan sebuah isu hukum.  Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, dimana hubungan tersebut dapat bersifat fungsional, kausalitas (proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lainnya), maupun yang satu menegaskan yang lainnya.  Untuk memahami isu hukum perlu pemahaman mengenai ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut penelitian tataran teori

PERMASALAHAN HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN PENDEKATAN HUKUM PROGRESIF

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1                Latar Belakang Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dimana sifat Welas Asih dan Rahmat dapat menjadi "panutan". Sifat Ar-Rohman (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya (manusia), sedangkan sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu merupakan Rahmat yang menyebabkan Allah selalu melimpahkan Rahmat-Nya. Berawal dari itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan hati nurani oleh karena itu selalu di dunia ini memancarkan sifat Welas Asih dan Rahmat baik kepada sesama manusia, sesama makhluk dan alam semesta, sehingga memberikan "Rahmatan Lil Alamin" bagi seluruh alam semesta. Setiap orang yang bisa berpikir jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya di bumi ini bukan atas kehendak bebasnya sendiri, bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk dihormati, bukan untuk dipermalukan. [1]

Jasa Pembuatan Jurnal Ilmiah (Sinta dan Scopus)

  Jasa Pembuatan Tulisan Hukum berupa pembuatan Naskah Jurnal ilmu hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademis Hukum tamatan FH USU dan MH UI.  Jurnal yang kami kerjakan dijamin tidak copy paste, sesuai dengan metode penulisan hukum dan akan kami buat dengan landasan teori hukum. Karena kami tidak ingin Tesis anda hanya asal jadi saja. Kami juga memiliki penyediaan referensi yang terbaru, dengan fasilitas jurnal dan perpustakaan FH UI yang dapat kami gunakan Untuk lebih meyakinkan anda bahwa kami telah berpengalaman, silahkan cek IG kami @jasapenulisanhukum Jurnal yang disarankan oleh dikti untuk publikasi sebenarnya ada 2 yaitu jurnal nasional dan jurnal internasional. Jika jurnal nasional yang anda pilih maka harus terindex Sinta dan terakreditasi. Jika internasional yang anda pilih setidaknya harus terindex Scopus tetapi sangat berat untuk memasuki scopus ini. Selain itu anda juga harus berhati hati karena scopus pun juga ada yang predator atau jurnal abal- abal. Tetapi untuk S