Skip to main content

Analisis Terhadap Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi

A.      Ringkasan / Konstruksi kasus
            Untuk menjamin keterlangsungan interkoneksi antar operator maka masing - masing operator membuat Perjanjian Kerjasama (PKS) interkoneksi dengan 2 Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah. PKS tersebut dilakukan antara Operator Penyedia Akses, yang biasanya sudah mempunyai template untuk masing-masing PKSnya, dengan Operator Pencari Akses. Tim Pemeriksa menemukan adanya beberapa PKS Interkoneksi yang memuat klausul mengenai penetapan tarif SMS.
           
Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi
           
Operator
XL
Telkomsel
Indosat
Telkom
Hutchison
Bakrie
Mobile-
Smart
NTS
STI







8














XL

-
-

-





(2005)
(2004)
(2003)
(2006)
(2001)












Telkomsel
-

-
-
-
-




(2002)

(2004)

(2007)
(2001)












Indosat
-
-

-
-
-
-
-
-
-











Telkom
-
-

-
-
-
-
-
-


(2002)



















Hutchison
-
-
-

-
-
-
-
-

(2005)




















Bakrie
-
-
-

-
-
-
-

(2004)
(2004)



















Mobile-8
-
-
-
-
-

-
-
-

(2003)




















Smart
-
-
-
-
-

-
-

(2006)
(2007)



















NTS
-
-
-
-
-
-

-

(2001)
(2001)



















STI
-
-
-
-
-
-
-
-
-













            Terdapat 2 jenis klausul mengenai penetapan tarif SMS yang dimuat dalam PKS Interkoneksi, yaitu tarif SMS operator pencari akses (a) Tidak boleh lebih rendah Rp 250; (b) Tidak boleh lebih rendah dari tarif retail penyedia akse Berdasarkan keterangan dari Telkomsel dan Bakrie, klausul jenis (a) di atas terdapat dalam PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan Bakrie. Klausul jenis (a) di atas terdapat pada Pasal 18 ayat 2 PKS Interkoneksi antara XL dengan Hutchison (semula bernama Cyber Access Communication/ CAC), yang berbunyi: “Khusus untuk charging layanan SMS yang akan dikenakan kepada pengguna masing-masing pihak, para pihak sepakat, charging terhadap pengguna CAC tidak boleh lebih rendah dari charging yang dikenakan oleh XL kepada penggunanya, yaitu Rp 250/SMS.”
Klausul jenis (a) di atas terdapat pada Pasal 18 ayat 2 PKS Interkoneksi antara XL dengan Bakrie, yang berbunyi: ”Khusus untuk charging layanan SMS yang akan dikenakan kepada pengguna masing-masing pihak, para pihak sepakat charging terhadap pengguna Bakrie Telecom tidak boleh lebih rendah dari charging yang dikenakan oleh Excelkom kepada penggunanya, yaitu Rp 250/SMS”. Klausul jenis (a) di atas terdapat pada Pasal 6 PKS Interkoneksi antara XL dengan Mobile-8 (semula bernama Mobile Seluler Indonesia/Mobisel, yang berbunyi: ”Khusus untuk charging layanan SMS antar operator yang akan dikenakan kepada pengguna maing-masing pihak, para pihak sepakat charging terhadap pengguna Mobisel tidak boleh lebih rendah dari charging yang dikenakan oleh XL kepada penggunanya, yaitu Rp. 250/SMS”.
            Klausul jenis (a) di atas terdapat pada Pasal 18 ayat 2 PKS Interkoneksi antara XL dengan Smart (semula bernama PT Indoprima Mikroselindo/Primasel), yang berbunyi: ”Khusus untuk charging layanan SMS antar operator yang akan dikenakan kepada pengguna maing-masing pihak, para pihak sepakat charging terhadap pengguna Primasel tidak boleh lebih rendah dari charging yang dikenakan oleh XL kepada penggunanya, yaitu Rp. 250/SMS”. Klausul jenis (b) di atas terdapat pada Pasal 28 ayat 2 PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan Smart (semula bernama PT Indoprima Mikroselindo/Primasel), yang berbunyi: “… tarif yang dikenakan oleh Primasel kepada penggunanya tidak boleh rendah dari tarif yang dikenakan oleh Telkomsel kepada penggunanya…”            Berdasarkan keterangan dari Telkomsel, klausul jenis di atas terdapat dalam PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan Telkom.
            Klausul jenis (b) di atas terdapat pada Pasal 5 pada Adendum Pertama PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan NTS, yang berbunyi: “Tarif yang dikenakan kepada pengguna untuk jasa layanan SMS merupakan kewenangan masing-masing pihak, sehingga para pihak berhak untuk menetapkan sendiri tarif yang dikenakan kepada penggunanya masing-masing dengan batasan bahwa tarif yang dikenakan oleh Natrindo kepada penggunanya tidak boleh lebih rendah dari tarif yang dikenakan oleh Telkomsel kepada penggunanya.”
            Klausul jenis (b) di atas terdapat pada poin ke-6 dari Adendum Pertama PKS Interkoneksi antara XL dengan NTS, yang berbunyi: “Walaupun para pihak menyadari bahwa tarif yang dikenakan kepada pengguna untuk jasa layanan SMS merupakan kewenangan masing-masing pihak sehingga para pihak berhak untuk menetapkan sendiri tarif yang dikenakan kepada penggunanya masing-masing. Namun Natrindo sepakat bahwa tarif yang dikenakan oleh Natrindo kepada penggunanya tidak boleh lebih rendah dari tarif yang dikenakan oleh Excelkom kepada penggunanya dari waktu ke waktu”.
            Pada tanggal 30 Mei 2007, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengadakan pertemuan dengan Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI). Dalam pertemuan tersebut BRTI menyatakan bahwa penetapan tarif SMS melanggar UU No. 5 Tahun 1999 dan juga akan menghambat persaingan usaha yang sehat. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, ATSI mengeluarkan Surat Edaran No. 002/ATSI/JSS/VI/2007 tanggal 4 Juni 2007 kepada para anggota ATSI yang meminta seluruh anggota ATSI untuk melaksanakan UU No. 5 Tahun 1999 secara konsisten serta membatalkan kesepakatan, himbauan, gentlement agreement atau hal-hal lain yang bersifat mengikat dalam praktek penetapan harga SMS.
            Berdasarkan Surat Edaran ATSI tersebut, maka operator seluler yang menyebutkan klausula penetapan tarif SMS dalam PKS interkoneksinya, melakukan amandemen terhadap PKS interkoneksi tersebut dengan menghilangkan klausula mengenai penetapan tarif SMS. Amandemen terakhir dilakukan oleh Telkomsel dengan NTS pada tanggal 10 Desember 2007, dan antara XL dengan NTS pada 3 Desember 2007.

1.      Alasan Pelaporan

2.      Pembelaan Terlapor

B, Analisis pertimbangan KPPU

Hukum Persaingan Usaha dalam perkara tersebut diatas adalah Kartel. Menurut pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.

A.    Unsur-Unsur Kartel antara lain :
1.      Unsur Pelaku Usaha,
Menurut pasal 5 pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara republic Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggrakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.Dalam kartel, pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian ini harus lebih dari dua pelaku usaha. Agar kartel sukses, kartel membutuhkan keterlibatan sebagian besar pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan.
2.      Unsur Perjanjian
Perjanjian Menurut Pasal 1 Angka 7 Adalah Suatu Perbuatan Satu Atau Lebih Pelaku Usaha Untuk Mengikatkan Diri Terhadap Satu Atau Lebih Usaha Lain Dengan Nama Apapun, Baik Tertulis Maupun Tidak Tertulis;
3.      Unsur Pelaku Usaha Pesaingnya
Pelaku usaha pesaing adalah pelaku usaha lain yang berada didalam satu pasar bersangkutan.
4.      Unsur Bermaksud Mempengaruhi Harga
Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 11 bahwa suatu kartel dimaksudkan untuk mempengaruhi harga.Untuk mencapai tujuan tersebut anggota kartel setuju mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
5.      Unsur Mengatur Produksi atau Pemasaran
Mengatur produksi artinya adalah menentukan jumlah produksi baik bagi kartel secara keseluruhan maupun bagi setiap anggota. Hal ini bisa lebih besar atau lebih kecil dari kapasitas produksi perusahaan atau permintaan akan barang atau jasa yang bersangkutan. sedangkan mengatur pemasaran berarti mengatur jumlah yang akan dijual dan atau wilayah di mana para anggota menjual produksinya.
6.      Unsur Barang
Barang menurut pasal 1 angka 6 adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
7.      Unsur Jasa
Jasa menurut pasal 1 angka 17 adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
8.      Unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli
Praktek Monopoli menurut pasal 1 angka 2 adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas  barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan kertel maka produksi dan pemasaran atas barang dan atau jasa akan dikuasai oleh anggota kartel. Karena tujuan akhir dari kartel adalah untuk mendapatkan keuntungan yang besar bagi anggota kartel, maka hal ini akan menyebabkan kerugian bagi kepentingan umum.
9.      Unsur Dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur. Kartel adalah suatu kolusi atau kolaborasi dari para pelaku usaha.Oleh karena itu segala manfaat kartel hanya ditujukan untuk kepentingan para anggotanya saja, sehingga tindakan-tindakan mereka ini dilakukan secara tidak sehat dan tidak jujur.Dalam hal ini misalnya dengan mengurangi produksi atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha, misalnya dengan penetapan harga atau pembagian wilayah.

B.     Unsur-Unsur  Kartel Yang Terpenuhi Dalam Perkara Tersebut Antara Lain:
Majelis Komisi dalam penilaiannya dalam kasus tersebut menyatakan bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam kartel antara lain sebagai dimaksud dalam Pasal 5 Undang-undang No 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

1)      Pelaku Usaha
Pelaku usaha sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 adalah:
Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi

Sesuai dengan pembahasan mengenai identitas para Terlapor dalam LHPL dan Identitas Terlapor pada bagian Tentang Hukum di atas, Majelis Komisi menilai bahwa XL, Telkomsel, Indosat, Telkom, Hutchison, Bakrie, Mobile-8, dan Smart adalah badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi di wilayah hukum negara Republik Indonesia sehingga memenuhi definisi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999.
Bahwa tidak terdapat keraguan mengenai fakta para Terlapor adalah pelaku usaha sebagaimana juga diperlihatkan oleh tidak adanya pendapat atau pembelaan mengenai hal ini dari para Terlapor mengenai identitas maupun kegiatan usahanya dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia yang diterima oleh Majelis Komisi;  Bahwa dengan demikian Majelis Komisi menilai unsur pelaku usaha terpenuhi;

2)      Perjanjian Penetapan Harga;
Perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 adalah:
Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis

Dalam hukum persaingan, perjanjian tidak tertulis mengenai harga dapat disimpulkan apabila terpenuhinya dua syarat:
a)        adanya harga yang sama atau paralel
b)       adanya komunikasi antar pelaku usaha mengenai harga tersebut;
Tim Pemeriksa menemukan adanya beberapa perjanjian tertulis mengenai harga SMS off-net yang ditetapkan oleh operator sebagai satu kesatuan PKS Interkoneksi sebagaimana terlihat dalam Matrix Klausula Penetapan Harga SMS dalam PKS Interkoneksi: Sehingga secara formal, hal ini sudah termasuk dalam kategori kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom, Hutchison, Bakrie, Mobile-8, Smart, dan NTS;  Tim Pemeriksa menilai perjanjian harga SMS yang dilakukan oleh operator efektif berlaku hanya bagi harga SMS off-net. Sedangkan Tim Pemeriksa menilai bahwa sejak tahun 2004 perjanjian yang menetapkan harga minimal SMS on-net tidak efektif berlaku, meskipun secara formal perjanjian penetapan harga SMS baru diamandemen pada tahun 2007 setelah terbitnya Surat Edaran ATSI No. 002/ATSI/JSS/VI/2007 tanggal 4 Juni 2007;
Tim Pemeriksa menilai bahwa pada periode 2004-2007 telah terjadi kartel harga SMS off-net; Berdasarkan keterangan dari operator-operator new entrant kepada Tim Pemeriksa, dalam melakukan negosiasi interkoneksi, operator new entrant tidak memiliki posisi tawar yang cukup untuk dapat memfasilitasi kepentingannya dalam perjanjian interkoneksi tersebut. Demikian pula ketika operator incumbent memasukkan klausul harga SMS minimal, operator new entrant tidak berada dalam posisi untuk menolak klausul tersebut;

3)      Pesaing;
Sesuai dengan definisi pasar bersangkutan yang telah ditetapkan oleh Majelis Komisi di atas, yaitu layanan SMS di seluruh wilayah Indonesia,maka Majelis Komisi mengidentifikasi pelaku usaha yang berada pada pasar bersangkutan tersebut sebagai berikut: XL;Telkomsel;Indosat; Telkom;Hutchison;Bakrie; Mobile-8; Smart;NTS; dan Sampoerna Telecom Indonesia; Berdasarkan uraian pada unsur perjanjian penetapan harga di atas, diketahui bahwa terdapat perjanjian harga secara materil yang dilakukan oleh :XL;Telkomsel; Telkom;Bakrie;Mobile-8;Smart, yang berada pada pasar bersangkutan yang sama sebagaimana telah diidentifikasi oleh Majelis Komisi sebelumnya, sehingga menunjukkan operator yang satu bersaing dengan operator yang lainnya  Dengan demikian unsur pesaing telahterpenuhi;
Selain unsur-unsur sebagaimana ditetapkan oleh KPPU tersebut diatas harusnya unsur persaingan usaha tidak sehat juga masuk karena di sini operator yang menetapkan tarif harga sms sendiri ( dilakukan oleh Bakrie ) yang jauh lebih rendah malah ditegur oleh operator yang memilki pangsa pasar yang besar seperti Telkomsel dan XL, hal tersebut menandakan bahwa ada kekhawatiran sendiri atau takut mengalami kerugian. Jika ada operator yang menetapkan harga tarif SMS yang lebih murah kemungkinan akan mengakibatkan antar pelaku usaha akan kalah bersaing atau mengalami kerugian karena konsumen pasti akan memilih harga tarif SMS yang lebih murah.

C.    Pertimbangan Hukum Dan Keputusan Kppu Dalam Perkara Tersebut Adalah:
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, Majelis Komisi sampai pada kesimpulan sebagai berikut:
1.            Bahwa XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, dan Mobile-8 telah melakukan kartel harga SMS off-net pada range Rp 250 – Rp 350 pada periode 2004 sampai dengan April 2008;
2.            Bahwa Smart telah mengikuti kartel harga SMS tersebut pada saat commercial launching yaitu tanggal 3 September 2007;
3.            Bahwa Indosat, Hutchison dan NTS tidak terbukti melakukan kartel harga SMS off-net
4.            Bahwa sebagai akibat kartel yang dilakukan tersebut, terdapat kerugian konsumen setidak-tidaknya sebesar Rp 2.827.700.000.000 (dua trilyun delapan ratus dua puluh tujuh miliar tujuh ratus juta rupiah);
5.            Menimbang bahwa Majelis Komisi tidak berada pada posisi yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen;
6.            Menimbang bahwa perilaku kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart merupakan pelanggaran berat terhadap persaingan yang sehat;
7.            Menimbang terhadap pelanggaran berat tersebut, Majelis Komisi memandang perlu untuk menjatuhkan denda kepada pelaku kartel tersebut;
8.            Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan denda, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan masing-masing Terlapor sebagai berikut:
9.           Bakrie;
Bahwa Bakrie pernah menetapkan harga SMS dibawah harga perjanjian namun mendapatkan teguran untuk menaikkannya lagi;
Bahwa Bakrie sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah;
Bahwa Bakrie telah menurunkan dan mengubah pola penetapan hargaSMS;
10.        Mobile-8;
Bahwa Mobile-8 sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah;
11.        Smart;
Bahwa Smart sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah;
Bahwa periode keikutsertaan Smart dalam perjanjian harga SMS adalah yang paling pendek dibanding operator lain;

Majelis Komisi: Memutuskan sebagai berikut :
1.         Menyatakan bahwa Terlapor I: PT Excelkomindo Pratama, Tbk., Terlapor II: PT Telekomunikasi Selular, Terlapor IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Terlapor VI: PT Bakrie Telecom, Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk., Terlapor VIII: PT Smart Telecom terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999;
2.         Menyatakan bahwa Terlapor III: PT Indosat, Tbk, Terlapor V: PT Hutchison CP Telecommunication, Terlapor IX: PT Natrindo Telepon Seluler tidak terbukti melanggar Pasal 5 Undang-undang No 5 Tahun 1999;
3.         Menghukum Terlapor I: PT Excelkomindo Pratama, Tbk. dan Terlapor II: PT Telekomunikasi Selular masing-masing membayar denda sebesar Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)
4.         Menghukum Terlapor IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Membayar denda sebesar Rp 18.000.000.000,00 miliar (delapan belas miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
5.         Menghukum Terlapor VI: PT Bakrie Telecom, membayar denda sebesar Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
6.         Menghukum Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk. membayar denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha
7.         Smart tidak dikenakan denda karena merupakan new intrant yang terakhir masuk kepasar sehingga berada pada posisi tawar yang paling lemah.

Dari pertimbangan hukum yang diberikan oleh KPPU menurut pendapat saya adalah :
1.      Telkomsel
Keputusan yang diberikan oleh KPPU adalah sangat adil mengingat Telkomsel merupakan salah operator selular yang memiliki pasar yang sangat besar sehingga Telkomsel merupakan salah satu pelaku usaha yang sangat di untungkan dalam perjanjian kartel tariff sms. Namun ada benang merah diantara keputusan yang dijatuhi oleh KPPU kepada Telkomsel Karena pada saat itu belum ada peraturan pemerintah yang khusus mengatur tentang formulasi perhitungan harga sms sehingga Telokomsel merasa perlu melakukan self regulatory.  Namun kebijakan tersebut membawa implikasi bagi operator new intrant  yang belum memilki pangsa pasar yang luas sehingga mau tidak mau harus mematuhi perjanjian tersebut. Karena umumnya mereka berada pada posisi tawar yang lemah.
2.      XL,
XL Juga merupakan salah satu operator yang memilki kekuatan pangsa pasar kedua setelah Telkomsel, dan XL juga yang sangat mendukung kebijakan Telkomsel untuk melakukan PKS dan sangat aktif mendisiplinkan anggota kartel yang berupaya untuk memberikan harga sms dibawah harga kartel. Sehingga keputusan KPPU tersebut juga patut diberikan kepada XL karena mendapatkan keuntungan yang cukup signifikan setelah Telkomsel.
3.      Mobile-8,
Mobile-8 mengikuti perjanjian kartel semata-mata karena berada pada posisi tawar yang rendah. Namun terbukti melanggar undang-undang hingga patut juga diberikan denda.
4.      Bakrie,
Pernah menetapkan harga dibawah harga kartel namun setelah mendapat teguran akhirnya menaikkan lagi tarifnya karena berada pada posisi tawar yang lemah. Namun denda yang diberikan kepada Bakri juga merupakan patut karena melanggar ketentuan undang-undang.
5.      Telkom Indonesia
Telkom Indonesia juga terbukti melakukan praktik kartel dengan mendukung kebijakan Telkomsel dan dalam memberikan data dinilai tidak kooperatif sehingga patut diberikan denda.
6.      Smart
Smart mematuhi ketentuan kartel tetapi, merupakn new intrant  yang paling singkat terikat dengan tariff kartel yaitu pada 2007-april 2008, dan karena berada pada posisi tawar yang sangat lemah sehingga oleh KPPU tidak diberikan denda.
7.      Sedangkan tiga operator lain adalah Indosat, Hutchison,dan Nts tidak terbukti melakukan praktik kartel karena operator selular tersebut menetapkan sendiri tariff smsnya yang jauh dibawah tariff kartel yaitu sekitar Rp 60/sms, sehingga dibebaskan dari denda.

D.    Pendekatan Hukum Yang Digunakan Oleh KPPU Dalam Memutus Perkara Tersebut Diatas Adalah :

Kartel sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 umumnya diatur secara per se rule atau per se illegal.Didalam per se illegal  pelaku usaha tidak diberikan kesempatan untuk menjastifikasi perilakunya,  Namun demikian tidak semua perkara kartel di berlakukan dengan per se illegal, seperti perkara Sembilan operator dalam kartel tarif sms. Dalam kasus ini KPPU menggunakan pendekatan rule of reason. Pendekatan rule of reason merupakan suatu pendekatan dengan menggunakan analisis berdasarkan detail faktanya. Hakim KPPU mengevaluasi dan menganalisis bukti-bukti dalam praktik perjanjian kartel. Bukti yang digunakan oleh KPPU dalam kasus ini antara lain:
1.            Surat bukti perjanjian Interkoneksi ( PKS )
2.            Data Perkembangan Tarif SMS
3.            Data laporan keuangan operator
4.            Keterangan para saksi ( saksi ahli Roy Suryo dan beberapa Operator Selular itu sendiri)

E.     Akibat Dari Pelanggaran Ketentuan Hukum Persaingan Usaha Dalam Perkara Tersebut Adalah:
Majelis Komisi mempertimbangkan dampak yang terjadi di pasar bersangkutan sebagai akibat adanya kartel harga SMS yang dilakukan oleh operator sebagai berikut;
1.            Tim Pemeriksa dalam LHPL menyebutkan bahwa kartel yang terjadi merugikan operator new entrant dan konsumen, namun tidak mengelaborasi lebih dalam mengenai perhitungan kerugian yang ditimbulkan akibat kartel tersebut;
2.            Majelis Komisi menilai bahwa kartel yang terjadi tidak dapat menghilangkan secara faktual kerugian yang nyata bagi konsumen pada pasar bersangkutan;
3.            Kerugian konsumen tersebut berupa :
a)             hilangnya kesempatan konsumen untuk memperoleh harga SMS yang lebih rendah,
b)            hilangnya kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga yang sama,
c)             kerugian intangible konsumen lainnya,
d)            serta terbatasnya alternatif pilihan konsumen, selama kurun waktu 2004 sampai dengan April 2008; 
4.            Majelis Komisi menjelaskan bahwa kerugian yang diderita konsumen disebabkan oleh perilaku operator dalam bentuk kartel harga dan tidak terkait dengan perhitungan keuntungan yang dinikmati oleh operator bersangkutan. Sehingga argumen tidak adanya kerugian konsumen karena tidak ada keuntungan eksesif yang didalilkan oleh XL, Bakrie, dan Mobile-8 adalah tidak relevan; karena berdasarkan laporan keuangan dari 6 (enam) Terlapor, yaitu XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart yang dimiliki oleh Majelis Komisi diperoleh total pendapatan operator-operator tesebut sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 adalah sebesar Rp 133.885.000.000.000 (seratus tiga puluh tiga trilyun delapan ratus delapan puluh lima miliar rupiah).


Comments

Popular posts from this blog

JASA PEMBUATAN SKRIPSI HUKUM BESERTA BIMBINGAN BERPENGALAMAN

Jasa Penulisan Hukum berupa Skripsi dan Bimbingan di bidang hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademisi Hukum lulusan FH USU dan MH UI. Yang tentunya berbeda dengan situs sejenis lainnya yang menawarkan jasa tanpa kita mengetahui dasar-dasar dari penulis karya tulis tersebut. Karena dalam Penelitian Hukum memiliki keunikan yang berbeda dengan penelitian lainnya, baik itu ilmu sains maupun ilmu sosial. Penelitian Hukum pada umumnya terbagi menjadi Penelitian Yuridis Normatif dan Penelitian Yuridis Empiris.  Secara prinsip. Skripsi merupakan karya ilmiah hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dengan bimbingan dari dosen pembimbing, yang disusun dalam rangka menyelesaikan studi di Program Sarjana. Secara formal, ditetapkannya kewajiban menuyusun skripsi terhadap mahasiswa Fakultas Hukum didasarkan pada beberapa aturan, yaitu: 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi; 3. Kepu...

Resume Isu Hukum - Prof. Peter Mahmud

ISU HUKUM  A. Mengidentifikasi Isu Hukum Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum, seperti halnya posisi permasalahan di dalam penelitian bukan hukum, isu hukum harus dipecahkan dalam penelitian hukum. Dalam penelitian hukum harus dijawab terlebih dahulu, apakah masalah yang akan diteliti tersebut merupakan isu hukum. Sebuah masalah yang kelihatannya konkrit belum tentu merupakan sebuah isu hukum.  Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, dimana hubungan tersebut dapat bersifat fungsional, kausalitas (proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lainnya), maupun yang satu menegaskan yang lainnya.  Untuk memahami isu hukum perlu pemahaman mengenai ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut penelitian ...

Jasa Pembuatan Jurnal Ilmiah (Sinta dan Scopus)

  Jasa Pembuatan Tulisan Hukum berupa pembuatan Naskah Jurnal ilmu hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademis Hukum tamatan FH USU dan MH UI.  Jurnal yang kami kerjakan dijamin tidak copy paste, sesuai dengan metode penulisan hukum dan akan kami buat dengan landasan teori hukum. Karena kami tidak ingin Tesis anda hanya asal jadi saja. Kami juga memiliki penyediaan referensi yang terbaru, dengan fasilitas jurnal dan perpustakaan FH UI yang dapat kami gunakan Untuk lebih meyakinkan anda bahwa kami telah berpengalaman, silahkan cek IG kami @jasapenulisanhukum Jurnal yang disarankan oleh dikti untuk publikasi sebenarnya ada 2 yaitu jurnal nasional dan jurnal internasional. Jika jurnal nasional yang anda pilih maka harus terindex Sinta dan terakreditasi. Jika internasional yang anda pilih setidaknya harus terindex Scopus tetapi sangat berat untuk memasuki scopus ini. Selain itu anda juga harus berhati hati karena scopus pun juga ada yang predator atau jurnal abal- abal. Tetap...