A. Ringkasan
/ Konstruksi kasus
Untuk
menjamin keterlangsungan interkoneksi antar operator maka masing - masing
operator membuat Perjanjian Kerjasama (PKS) interkoneksi dengan 2 Besaran tarif
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan
oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan
berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah. PKS tersebut dilakukan
antara Operator Penyedia Akses, yang biasanya sudah mempunyai template untuk
masing-masing PKSnya, dengan Operator Pencari Akses. Tim Pemeriksa menemukan
adanya beberapa PKS Interkoneksi yang memuat klausul mengenai penetapan tarif
SMS.
Matrix
Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi
Operator
|
XL
|
Telkomsel
|
Indosat
|
Telkom
|
Hutchison
|
Bakrie
|
Mobile-
|
Smart
|
NTS
|
STI
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
XL
|
|
-
|
-
|
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
-
|
|
|
|
|
|
(2005)
|
(2004)
|
(2003)
|
(2006)
|
(2001)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Telkomsel
|
-
|
|
-
|
√
|
-
|
√
|
-
|
√
|
√
|
-
|
|
|
|
|
(2002)
|
|
(2004)
|
|
(2007)
|
(2001)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Indosat
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Telkom
|
-
|
√
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
|
(2002)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hutchison
|
√
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
(2005)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bakrie
|
√
|
√
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
(2004)
|
(2004)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mobile-8
|
√
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
(2003)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Smart
|
√
|
√
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
|
(2006)
|
(2007)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
NTS
|
√
|
√
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
|
(2001)
|
(2001)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
STI
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Terdapat
2 jenis klausul mengenai penetapan tarif SMS yang dimuat dalam PKS
Interkoneksi, yaitu tarif SMS operator pencari akses (a) Tidak boleh lebih
rendah Rp 250; (b) Tidak boleh lebih rendah dari tarif retail penyedia akse Berdasarkan
keterangan dari Telkomsel dan Bakrie, klausul jenis (a) di atas terdapat dalam
PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan Bakrie. Klausul jenis (a) di atas
terdapat pada Pasal 18 ayat 2 PKS Interkoneksi antara XL dengan Hutchison
(semula bernama Cyber Access Communication/ CAC), yang berbunyi: “Khusus untuk
charging layanan SMS yang akan dikenakan kepada pengguna masing-masing pihak,
para pihak sepakat, charging terhadap pengguna CAC tidak boleh lebih rendah
dari charging yang dikenakan oleh XL kepada penggunanya, yaitu Rp 250/SMS.”
Klausul jenis (a) di
atas terdapat pada Pasal 18 ayat 2 PKS Interkoneksi antara XL dengan Bakrie,
yang berbunyi: ”Khusus untuk charging layanan SMS yang akan dikenakan kepada
pengguna masing-masing pihak, para pihak sepakat charging terhadap pengguna
Bakrie Telecom tidak boleh lebih rendah dari charging yang dikenakan oleh
Excelkom kepada penggunanya, yaitu Rp 250/SMS”. Klausul jenis (a) di atas
terdapat pada Pasal 6 PKS Interkoneksi antara XL dengan Mobile-8 (semula
bernama Mobile Seluler Indonesia/Mobisel, yang berbunyi: ”Khusus untuk charging
layanan SMS antar operator yang akan dikenakan kepada pengguna maing-masing
pihak, para pihak sepakat charging terhadap pengguna Mobisel tidak boleh lebih
rendah dari charging yang dikenakan oleh XL kepada penggunanya, yaitu Rp.
250/SMS”.
Klausul
jenis (a) di atas terdapat pada Pasal 18 ayat 2 PKS Interkoneksi antara XL
dengan Smart (semula bernama PT Indoprima Mikroselindo/Primasel), yang
berbunyi: ”Khusus untuk charging layanan SMS antar operator yang akan dikenakan
kepada pengguna maing-masing pihak, para pihak sepakat charging terhadap
pengguna Primasel tidak boleh lebih rendah dari charging yang dikenakan oleh XL
kepada penggunanya, yaitu Rp. 250/SMS”. Klausul jenis (b) di atas terdapat pada
Pasal 28 ayat 2 PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan Smart (semula bernama
PT Indoprima Mikroselindo/Primasel), yang berbunyi: “… tarif yang dikenakan
oleh Primasel kepada penggunanya tidak boleh rendah dari tarif yang dikenakan
oleh Telkomsel kepada penggunanya…” Berdasarkan
keterangan dari Telkomsel, klausul jenis di atas terdapat dalam PKS
Interkoneksi antara Telkomsel dengan Telkom.
Klausul
jenis (b) di atas terdapat pada Pasal 5 pada Adendum Pertama PKS Interkoneksi
antara Telkomsel dengan NTS, yang berbunyi: “Tarif yang dikenakan kepada
pengguna untuk jasa layanan SMS merupakan kewenangan masing-masing pihak,
sehingga para pihak berhak untuk menetapkan sendiri tarif yang dikenakan kepada
penggunanya masing-masing dengan batasan bahwa tarif yang dikenakan oleh
Natrindo kepada penggunanya tidak boleh lebih rendah dari tarif yang dikenakan
oleh Telkomsel kepada penggunanya.”
Klausul
jenis (b) di atas terdapat pada poin ke-6 dari Adendum Pertama PKS Interkoneksi
antara XL dengan NTS, yang berbunyi: “Walaupun para pihak menyadari bahwa tarif
yang dikenakan kepada pengguna untuk jasa layanan SMS merupakan kewenangan
masing-masing pihak sehingga para pihak berhak untuk menetapkan sendiri tarif
yang dikenakan kepada penggunanya masing-masing. Namun Natrindo sepakat bahwa
tarif yang dikenakan oleh Natrindo kepada penggunanya tidak boleh lebih rendah
dari tarif yang dikenakan oleh Excelkom kepada penggunanya dari waktu ke waktu”.
Pada
tanggal 30 Mei 2007, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengadakan
pertemuan dengan Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI). Dalam pertemuan
tersebut BRTI menyatakan bahwa penetapan tarif SMS melanggar UU No. 5 Tahun
1999 dan juga akan menghambat persaingan usaha yang sehat. Sebagai tindak
lanjut dari pertemuan tersebut, ATSI mengeluarkan Surat Edaran No.
002/ATSI/JSS/VI/2007 tanggal 4 Juni 2007 kepada para anggota ATSI yang meminta
seluruh anggota ATSI untuk melaksanakan UU No. 5 Tahun 1999 secara konsisten
serta membatalkan kesepakatan, himbauan, gentlement agreement atau hal-hal lain
yang bersifat mengikat dalam praktek penetapan harga SMS.
Berdasarkan
Surat Edaran ATSI tersebut, maka operator seluler yang menyebutkan klausula
penetapan tarif SMS dalam PKS interkoneksinya, melakukan amandemen terhadap PKS
interkoneksi tersebut dengan menghilangkan klausula mengenai penetapan tarif
SMS. Amandemen terakhir dilakukan oleh Telkomsel dengan NTS pada tanggal 10
Desember 2007, dan antara XL dengan NTS pada 3 Desember 2007.
1. Alasan
Pelaporan
2. Pembelaan
Terlapor
B, Analisis pertimbangan KPPU
Hukum Persaingan Usaha dalam perkara tersebut diatas adalah Kartel.
Menurut pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan
pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.
A. Unsur-Unsur Kartel antara lain :
1.
Unsur
Pelaku Usaha,
Menurut pasal 5 pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara republic Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggrakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi.Dalam kartel, pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian
ini harus lebih dari dua pelaku usaha. Agar kartel sukses, kartel membutuhkan
keterlibatan sebagian besar pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan.
2.
Unsur
Perjanjian
Perjanjian Menurut Pasal 1 Angka 7 Adalah Suatu Perbuatan Satu Atau
Lebih Pelaku Usaha Untuk Mengikatkan Diri Terhadap Satu Atau Lebih Usaha Lain
Dengan Nama Apapun, Baik Tertulis Maupun Tidak Tertulis;
3.
Unsur
Pelaku Usaha Pesaingnya
Pelaku usaha pesaing adalah pelaku usaha lain yang berada didalam satu
pasar bersangkutan.
4.
Unsur
Bermaksud Mempengaruhi Harga
Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 11 bahwa suatu kartel dimaksudkan
untuk mempengaruhi harga.Untuk mencapai tujuan tersebut anggota kartel setuju
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
5.
Unsur
Mengatur Produksi atau Pemasaran
Mengatur produksi artinya adalah menentukan jumlah produksi baik bagi
kartel secara keseluruhan maupun bagi setiap anggota. Hal ini bisa lebih besar
atau lebih kecil dari kapasitas produksi perusahaan atau permintaan akan barang
atau jasa yang bersangkutan. sedangkan mengatur pemasaran berarti mengatur jumlah
yang akan dijual dan atau wilayah di mana para anggota menjual produksinya.
6.
Unsur
Barang
Barang menurut pasal 1 angka 6 adalah setiap benda baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
7.
Unsur
Jasa
Jasa
menurut pasal 1 angka 17 adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen
atau pelaku usaha.
8.
Unsur
Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli
Praktek Monopoli menurut pasal 1 angka 2 adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan kertel maka produksi
dan pemasaran atas barang dan atau jasa akan dikuasai oleh anggota kartel.
Karena tujuan akhir dari kartel adalah untuk mendapatkan keuntungan yang besar
bagi anggota kartel, maka hal ini akan menyebabkan kerugian bagi kepentingan
umum.
9.
Unsur
Dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur. Kartel
adalah suatu kolusi atau kolaborasi dari para pelaku usaha.Oleh karena itu
segala manfaat kartel hanya ditujukan untuk kepentingan para anggotanya saja,
sehingga tindakan-tindakan mereka ini dilakukan secara tidak sehat dan tidak
jujur.Dalam hal ini misalnya dengan mengurangi produksi atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha, misalnya dengan penetapan harga atau pembagian
wilayah.
B.
Unsur-Unsur Kartel
Yang Terpenuhi Dalam Perkara Tersebut Antara Lain:
Majelis Komisi dalam penilaiannya dalam kasus tersebut menyatakan bahwa
unsur-unsur yang termasuk dalam kartel antara lain sebagai dimaksud dalam Pasal
5 Undang-undang No 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1)
Pelaku
Usaha
Pelaku
usaha sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 5 Tahun
1999 adalah:
“Setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi”
Sesuai dengan pembahasan mengenai identitas para Terlapor dalam LHPL dan
Identitas Terlapor pada bagian Tentang Hukum di atas, Majelis Komisi menilai
bahwa XL, Telkomsel, Indosat, Telkom, Hutchison, Bakrie, Mobile-8, dan Smart
adalah badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dan melakukan
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi di wilayah hukum negara Republik Indonesia
sehingga memenuhi definisi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5
Undang-undang No. 5 Tahun 1999.
Bahwa tidak terdapat keraguan mengenai fakta para Terlapor adalah pelaku
usaha sebagaimana juga diperlihatkan oleh tidak adanya pendapat atau pembelaan
mengenai hal ini dari para Terlapor mengenai identitas maupun kegiatan usahanya
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia yang diterima oleh Majelis
Komisi; Bahwa dengan demikian Majelis Komisi menilai unsur pelaku
usaha terpenuhi;
2)
Perjanjian
Penetapan Harga;
Perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang
No. 5 Tahun 1999 adalah:
“Suatu
perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu
atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak
tertulis”
Dalam hukum persaingan, perjanjian tidak tertulis mengenai harga dapat
disimpulkan apabila terpenuhinya dua syarat:
a)
adanya
harga yang sama atau paralel
b) adanya komunikasi antar pelaku usaha mengenai harga
tersebut;
Tim Pemeriksa menemukan adanya beberapa perjanjian tertulis mengenai
harga SMS off-net yang ditetapkan oleh operator sebagai satu
kesatuan PKS Interkoneksi sebagaimana terlihat dalam Matrix Klausula Penetapan
Harga SMS dalam PKS Interkoneksi: Sehingga secara formal, hal ini sudah
termasuk dalam kategori kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom,
Hutchison, Bakrie, Mobile-8, Smart, dan NTS; Tim Pemeriksa menilai
perjanjian harga SMS yang dilakukan oleh operator efektif berlaku hanya bagi
harga SMS off-net. Sedangkan Tim Pemeriksa menilai bahwa sejak
tahun 2004 perjanjian yang menetapkan harga minimal SMS on-net tidak
efektif berlaku, meskipun secara formal perjanjian penetapan harga SMS baru
diamandemen pada tahun 2007 setelah terbitnya Surat Edaran ATSI No.
002/ATSI/JSS/VI/2007 tanggal 4 Juni 2007;
Tim
Pemeriksa menilai bahwa pada periode 2004-2007 telah terjadi kartel harga
SMS off-net; Berdasarkan keterangan dari operator-operator new
entrant kepada Tim Pemeriksa, dalam melakukan negosiasi interkoneksi,
operator new entrant tidak memiliki posisi tawar yang cukup
untuk dapat memfasilitasi kepentingannya dalam perjanjian interkoneksi
tersebut. Demikian pula ketika operator incumbent memasukkan
klausul harga SMS minimal, operator new entrant tidak berada
dalam posisi untuk menolak klausul tersebut;
3)
Pesaing;
Sesuai dengan definisi pasar bersangkutan yang telah ditetapkan oleh
Majelis Komisi di atas, yaitu layanan SMS di seluruh wilayah Indonesia,maka
Majelis Komisi mengidentifikasi pelaku usaha yang berada pada pasar
bersangkutan tersebut sebagai berikut: XL;Telkomsel;Indosat;
Telkom;Hutchison;Bakrie; Mobile-8; Smart;NTS; dan Sampoerna Telecom Indonesia; Berdasarkan
uraian pada unsur perjanjian penetapan harga di atas, diketahui bahwa terdapat
perjanjian harga secara materil yang dilakukan oleh :XL;Telkomsel;
Telkom;Bakrie;Mobile-8;Smart, yang berada pada pasar bersangkutan yang sama
sebagaimana telah diidentifikasi oleh Majelis Komisi sebelumnya, sehingga
menunjukkan operator yang satu bersaing dengan operator yang
lainnya Dengan demikian unsur pesaing telahterpenuhi;
Selain
unsur-unsur sebagaimana ditetapkan oleh KPPU tersebut diatas harusnya unsur
persaingan usaha tidak sehat juga masuk karena di sini operator yang menetapkan
tarif harga sms sendiri ( dilakukan oleh Bakrie ) yang jauh lebih rendah malah
ditegur oleh operator yang memilki pangsa pasar yang besar seperti Telkomsel
dan XL, hal tersebut menandakan bahwa ada kekhawatiran sendiri atau takut
mengalami kerugian. Jika ada operator yang menetapkan harga tarif SMS yang
lebih murah kemungkinan akan mengakibatkan antar pelaku usaha akan kalah
bersaing atau mengalami kerugian karena konsumen pasti akan memilih harga tarif
SMS yang lebih murah.
C.
Pertimbangan
Hukum Dan Keputusan Kppu Dalam Perkara Tersebut Adalah:
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, Majelis
Komisi sampai pada kesimpulan sebagai berikut:
1.
Bahwa
XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, dan Mobile-8 telah melakukan kartel harga
SMS off-net pada range Rp 250 – Rp 350 pada periode 2004
sampai dengan April 2008;
2.
Bahwa
Smart telah mengikuti kartel harga SMS tersebut pada saat commercial
launching yaitu tanggal 3 September 2007;
3.
Bahwa
Indosat, Hutchison dan NTS tidak terbukti melakukan kartel harga SMS off-net
4.
Bahwa
sebagai akibat kartel yang dilakukan tersebut, terdapat kerugian konsumen
setidak-tidaknya sebesar Rp 2.827.700.000.000 (dua trilyun delapan ratus dua
puluh tujuh miliar tujuh ratus juta rupiah);
5.
Menimbang
bahwa Majelis Komisi tidak berada pada posisi yang berwenang untuk menjatuhkan
sanksi ganti rugi untuk konsumen;
6.
Menimbang
bahwa perilaku kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie,
Mobile-8, dan Smart merupakan pelanggaran berat terhadap persaingan yang sehat;
7.
Menimbang
terhadap pelanggaran berat tersebut, Majelis Komisi memandang perlu untuk
menjatuhkan denda kepada pelaku kartel tersebut;
8.
Menimbang
bahwa sebelum menjatuhkan denda, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang
meringankan masing-masing Terlapor sebagai berikut:
9.
Bakrie;
Bahwa Bakrie pernah menetapkan harga SMS dibawah harga
perjanjian namun mendapatkan teguran untuk menaikkannya lagi;
Bahwa Bakrie sebagai new entrant berada dalam posisi
tawar yang lemah;
Bahwa Bakrie telah menurunkan dan mengubah pola penetapan hargaSMS;
10.
Mobile-8;
Bahwa Mobile-8 sebagai new entrant berada
dalam posisi tawar yang lemah;
11.
Smart;
Bahwa Smart sebagai new entrant berada dalam posisi
tawar yang lemah;
Bahwa periode keikutsertaan Smart dalam perjanjian
harga SMS adalah yang paling pendek dibanding operator lain;
Majelis
Komisi: Memutuskan sebagai berikut :
1.
Menyatakan
bahwa Terlapor I: PT Excelkomindo Pratama, Tbk., Terlapor II: PT Telekomunikasi
Selular, Terlapor IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Terlapor VI: PT Bakrie
Telecom, Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk., Terlapor VIII: PT Smart
Telecom terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-undang No.
5 Tahun 1999;
2.
Menyatakan
bahwa Terlapor III: PT Indosat, Tbk, Terlapor V: PT Hutchison CP
Telecommunication, Terlapor IX: PT Natrindo Telepon Seluler tidak terbukti
melanggar Pasal 5 Undang-undang No 5 Tahun 1999;
3.
Menghukum
Terlapor I: PT Excelkomindo Pratama, Tbk. dan Terlapor II: PT Telekomunikasi
Selular masing-masing membayar denda sebesar Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat
Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha)
4.
Menghukum
Terlapor IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Membayar denda sebesar Rp
18.000.000.000,00 miliar (delapan belas miliar rupiah) yang harus disetor ke
Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755
(Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
5.
Menghukum
Terlapor VI: PT Bakrie Telecom, membayar denda sebesar Rp 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan
Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha);
6.
Menghukum
Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk. membayar denda sebesar Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan
Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha
7.
Smart
tidak dikenakan denda karena merupakan new intrant yang
terakhir masuk kepasar sehingga berada pada posisi tawar yang paling lemah.
Dari
pertimbangan hukum yang diberikan oleh KPPU menurut pendapat saya adalah :
1.
Telkomsel
Keputusan yang diberikan oleh KPPU adalah sangat adil mengingat
Telkomsel merupakan salah operator selular yang memiliki pasar yang sangat
besar sehingga Telkomsel merupakan salah satu pelaku usaha yang sangat di
untungkan dalam perjanjian kartel tariff sms. Namun ada benang merah diantara
keputusan yang dijatuhi oleh KPPU kepada Telkomsel Karena pada saat itu belum
ada peraturan pemerintah yang khusus mengatur tentang formulasi perhitungan
harga sms sehingga Telokomsel merasa perlu melakukan self
regulatory. Namun kebijakan tersebut membawa implikasi bagi
operator new intrant yang belum memilki pangsa pasar
yang luas sehingga mau tidak mau harus mematuhi perjanjian tersebut. Karena
umumnya mereka berada pada posisi tawar yang lemah.
2.
XL,
XL Juga merupakan salah satu operator yang memilki
kekuatan pangsa pasar kedua setelah Telkomsel, dan XL juga yang sangat
mendukung kebijakan Telkomsel untuk melakukan PKS dan sangat aktif
mendisiplinkan anggota kartel yang berupaya untuk memberikan harga sms dibawah
harga kartel. Sehingga keputusan KPPU tersebut juga patut diberikan kepada XL
karena mendapatkan keuntungan yang cukup signifikan setelah Telkomsel.
3.
Mobile-8,
Mobile-8 mengikuti perjanjian kartel semata-mata karena berada
pada posisi tawar yang rendah. Namun terbukti melanggar undang-undang hingga
patut juga diberikan denda.
4.
Bakrie,
Pernah menetapkan harga dibawah harga kartel namun setelah mendapat
teguran akhirnya menaikkan lagi tarifnya karena berada pada posisi tawar yang
lemah. Namun denda yang diberikan kepada Bakri juga merupakan patut karena
melanggar ketentuan undang-undang.
5.
Telkom
Indonesia
Telkom Indonesia juga terbukti melakukan praktik kartel dengan
mendukung kebijakan Telkomsel dan dalam memberikan data dinilai tidak
kooperatif sehingga patut diberikan denda.
6.
Smart
Smart mematuhi ketentuan kartel tetapi, merupakn new
intrant yang paling singkat terikat dengan tariff kartel yaitu
pada 2007-april 2008, dan karena berada pada posisi tawar yang sangat lemah
sehingga oleh KPPU tidak diberikan denda.
7. Sedangkan tiga operator lain adalah Indosat,
Hutchison,dan Nts tidak terbukti melakukan praktik kartel karena operator
selular tersebut menetapkan sendiri tariff smsnya yang jauh dibawah tariff
kartel yaitu sekitar Rp 60/sms, sehingga dibebaskan dari denda.
D.
Pendekatan
Hukum Yang Digunakan Oleh KPPU Dalam Memutus Perkara Tersebut Diatas Adalah :
Kartel sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang nomor 5
Tahun 1999 umumnya diatur secara per se rule atau per
se illegal.Didalam per se illegal pelaku usaha tidak
diberikan kesempatan untuk menjastifikasi perilakunya, Namun
demikian tidak semua perkara kartel di berlakukan dengan per se
illegal, seperti perkara Sembilan operator dalam kartel tarif sms.
Dalam kasus ini KPPU menggunakan pendekatan rule of reason. Pendekatan rule
of reason merupakan suatu pendekatan dengan menggunakan analisis
berdasarkan detail faktanya. Hakim KPPU mengevaluasi dan menganalisis
bukti-bukti dalam praktik perjanjian kartel. Bukti yang digunakan oleh KPPU
dalam kasus ini antara lain:
1.
Surat
bukti perjanjian Interkoneksi ( PKS )
2.
Data
Perkembangan Tarif SMS
3.
Data
laporan keuangan operator
4.
Keterangan
para saksi ( saksi ahli Roy Suryo dan beberapa Operator Selular itu sendiri)
E.
Akibat
Dari Pelanggaran Ketentuan Hukum Persaingan Usaha Dalam Perkara Tersebut Adalah:
Majelis Komisi mempertimbangkan dampak yang terjadi di pasar
bersangkutan sebagai akibat adanya kartel harga SMS yang dilakukan oleh
operator sebagai berikut;
1.
Tim
Pemeriksa dalam LHPL menyebutkan bahwa kartel yang terjadi merugikan
operator new entrant dan konsumen, namun tidak mengelaborasi
lebih dalam mengenai perhitungan kerugian yang ditimbulkan akibat kartel
tersebut;
2.
Majelis
Komisi menilai bahwa kartel yang terjadi tidak dapat menghilangkan secara
faktual kerugian yang nyata bagi konsumen pada pasar bersangkutan;
3.
Kerugian
konsumen tersebut berupa :
a)
hilangnya
kesempatan konsumen untuk memperoleh harga SMS yang lebih rendah,
b)
hilangnya
kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga
yang sama,
c)
kerugian intangible konsumen
lainnya,
d)
serta
terbatasnya alternatif pilihan konsumen, selama kurun waktu 2004 sampai dengan
April 2008;
4.
Majelis
Komisi menjelaskan bahwa kerugian yang diderita konsumen disebabkan oleh
perilaku operator dalam bentuk kartel harga dan tidak terkait dengan
perhitungan keuntungan yang dinikmati oleh operator bersangkutan. Sehingga
argumen tidak adanya kerugian konsumen karena tidak ada keuntungan eksesif yang
didalilkan oleh XL, Bakrie, dan Mobile-8 adalah tidak relevan; karena
berdasarkan laporan keuangan dari 6 (enam) Terlapor, yaitu XL, Telkomsel,
Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart yang dimiliki oleh Majelis Komisi diperoleh
total pendapatan operator-operator tesebut sejak tahun 2004 sampai dengan tahun
2007 adalah sebesar Rp 133.885.000.000.000 (seratus tiga puluh tiga trilyun
delapan ratus delapan puluh lima miliar rupiah).
Comments
Post a Comment