Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2017

LGBT DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM PANCASILA

I. Latar Belakang Masalah tentang kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT)  cukup ramai di media-media cetak dan elektronik. Isu LGBT menggelinding cepat di ruang publik, selain karena opini publik, juga terutama karena menyentuh hal paling esensial yaitu eksistensi sekelompok manusia dengan keunikan seksualitasnya. Dimana bagi sebagian golongan berpendapat bahwa keberadaan kaum ini haruslah dilinduingi. Pada dasarnya dalam Negara Indonesia adalah negara hukum, kita harus menimbang segala perilaku bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa dalam kacamata hukum. Artinya, antarwarga negara dapat saja berbeda pendapat dalam suatu hal, karena bagaimanapun, sejak diformalisasikannya Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945, maka sejak itu, Pancasila bukan lagi sekedar kesepakatan politik, melainkan telah menjadi komitmen filosofis yang mengandung consensus trasenden, yang menjanjikan kesatuan dan persatuan sikap serta pandangan bangsa Indonesia dalam menyongsong hari depan yang dicita

Ringkasan Theories About Nature of Law

THE NATURE OF LAW Bayangkan skenario berikut: Anda mengemudi di sebuah jalan raya california, Anda ditepikan oleh polisi, dengan resmi memberitahukan Anda bahwa Anda telah tertangkap di radarnya melebihi batas kecepatan dan Anda akan didenda. Anda berada dalam suasana hati filosofis, dan polisi terlihat sangat sabar dan siap menjawab pertanyaan Anda.Jadi pertama Anda bertanya padanya, "Petugas, apakah saya telah melakukan sesuatu yang salah?" "Tentu saja," Ia memberitahu Anda. "Anda telah melebihi batas kecepatan maksimal berkendara."  "Tidak, tidak, bukan itu yang saya maksud," Anda menjelaskan."Apakah saya melakukan sesuatu yang salah? Salah secara moral, misalnya?" "Baik, saya tidak tahu itu," jawab petugas. "Saya hanya tahu bahwa Anda melanggar hukum." "Dan apakah sangat darurat?" Anda bertanya. Petugas polisi menjawab bahwa tidak perlu baginya untuk memberitahu. Ia hanya tahu bahwa Anda melanggar huku

PROSES KEMATIAN BANK SISTEMIK DAN NON SISTEMIK SERTA DAMPAKNYA PADA NASABAH

Definisi bank gagal berdampak sistemik dan bank gagal tidak berdampak sistemik 1. Bank gagal berdampak sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun  terhadap kelancaran dan kelangsungan roda  perekonomian secara nasional. Bank gagal berdampak sistemik: · Berpotensi menimbulkan moral hazard Memanfaatkan celah hukum dan keadaan demi keuntungan pribadi dan pihak lain merupakan perilaku yang sering di dunia bisnis apabila tidak diatur dan kelola sebaik-baiknya. Keterbukaan kebijakan sangat penting tetapi keterbukaan yang berlihan bagaimanapun juga dapat berbahaya. Bagi seseorang yang merasa terdesak akibat kegiatan usaha yang tidak menguntungkan bukanlah sesuatu yang mustahil bagi mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang nekad untuk memanfaat semua keadaan demi keselamatan usahanya atau ke luar dari bisnisnya dengan cara-cara yang kurang wajar dan merugikan pihak lain. Demikian halnya dengan di dunia perbankan, Jika semua

Tinjauan Politik Hukum Dalam UU No. 13 Tahun 2003 dan Implikasinya Terhadap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

I. PENDAHULUAN Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikeluarkan pada masa Presiden Megawati. Dimana Secara yuridis dalam Pasal 5 Undang-Undang ini memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik. Perlindungan tenaga kerja sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu : Perlindungan secara ekonomis, yaitu perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak bekerja diluar kehendaknya, Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jamina

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN TINDAK PIDANA PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kejahatan tidak terlepas dari perkembangan masyarakatnya itu sendiri. Semula, hanya kejahatan konvensional yang dianggap sebagai kejahatan yang sesungguhnya, namun dalam perkembangannya seiring dengan pertumbuhan korporasi yang semakin pesat dalam bidang kegiatan ekonomi, muncul apa yang disebut dengan kejahatan korporasi. Demikian juga, halnya dengan wacana tentang korban, dalam perkembangannya pun, dikenal adanya korban kejahatan ekonomi di bidang perbankan sebagai akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh bank (korporasi). Mengkaji perlindungan korban, dasar  filosofisnya sangat terkait  dengan tujuan diselenggarakannya Negara Republik Indonesia, yaitu sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945   Alinea ke-4 :  “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…..”. Ini  berarti,  negara  turut  bertanggung  jawab  dalam  upaya  mengangkat harkat dan marta