Ilustrasi Hukum

Hubungi Kami

Jasa Pembuatan Tulisan Hukum oleh Akademisi FH UI sejak 2012.
Menyediakan layanan penulisan Artikel, Makalah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi
dengan muatan teori & materi hukum yang padat dan terpercaya.

📧 Email: fokuskuliahgroup@gmail.com

📱 WhatsApp: Klik untuk Chat Sekarang

💬 Konsultasi Gratis via WhatsApp

Rabu, 09 Juli 2025

Non Penal Policy: Pendekatan Alternatif dalam Penanggulangan Kejahatan di Indonesia

 

Non Penal Policy: Pendekatan Alternatif dalam Penanggulangan Kejahatan di Indonesia

Pendahuluan

Sistem peradilan pidana Indonesia yang saat ini masih didominasi oleh paradigma retributif dengan penekanan pada pembalasan telah menunjukkan berbagai keterbatasan dalam mencapai tujuan pemidanaan yang ideal.¹ Kondisi lembaga pemasyarakatan yang overcrowded, tingginya angka residivis, serta minimnya perhatian terhadap korban kejahatan menjadi indikator bahwa pendekatan penal semata tidak cukup efektif dalam menanggulangi kejahatan. Dalam konteks inilah, non penal policy muncul sebagai alternatif pendekatan yang lebih humanis dan komprehensif dalam upaya penanggulangan kejahatan.

Non penal policy dapat didefinisikan sebagai kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana-sarana di luar hukum pidana (outside the criminal law) yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang didefinisikan sebagai kejahatan oleh negara.² Pendekatan ini menekankan pada upaya preventif dan restoratif yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat, korban, dan pelaku dalam proses penyelesaian masalah kejahatan.

Konsep dan Ruang Lingkup Non Penal Policy

Pendekatan non penal dalam kebijakan kriminal memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi seluruh inisiatif swasta dan kebijakan negara selain penegakan hukum pidana yang bertujuan mengurangi dampak kejahatan.³ United Nations melalui prinsip-prinsip dasarnya mendefinisikan pencegahan kejahatan sebagai strategi dan tindakan yang berupaya mengurangi risiko terjadinya kejahatan serta dampak berbahaya terhadap individu dan masyarakat, termasuk ketakutan akan kejahatan, dengan cara intervensi untuk mempengaruhi berbagai penyebabnya.⁴

Implementasi non penal policy dalam sistem hukum Indonesia telah berkembang melalui berbagai bentuk, termasuk restorative justice, diversi dalam sistem peradilan anak, serta berbagai program pencegahan kejahatan berbasis masyarakat. Pendekatan ini sejalan dengan nilai-nilai budaya Indonesia yang menekankan pada musyawarah dan penyelesaian konflik secara kekeluargaan, sebagaimana tercermin dalam sila keempat Pancasila.⁵

Bentuk-Bentuk Non Penal Policy

1. Restorative Justice

Restorative justice merupakan salah satu bentuk non penal policy yang paling berkembang di Indonesia. Pendekatan ini mengubah paradigma dari pemidanaan konvensional menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan penyelesaian yang lebih adil dan seimbang bagi korban dan pelaku.⁶ Implementasi restorative justice di Indonesia telah diakui secara formal melalui berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengakui pendekatan restorative justice sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.⁷

Mahkamah Agung Indonesia melalui PERMA 1/2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana dengan Keadilan Restoratif telah menetapkan kriteria tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui restorative justice, yaitu tindak pidana ringan, kasus dengan kerugian korban tidak melebihi Rp 2,5 juta, dan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.⁸ Pendekatan ini memberikan ruang bagi korban untuk mengekspresikan perasaannya dan mendapatkan pemulihan, sementara pelaku mendapat kesempatan untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kesalahannya.

2. Diversi dan Alternatif Pemidanaan

Sistem peradilan pidana Indonesia telah mulai menerapkan berbagai alternatif pemidanaan non-kustodial sesuai dengan United Nations Standard Minimum Rules for Non-Custodial Measures (Tokyo Rules).⁹ Alternatif ini meliputi pidana bersyarat, pelayanan masyarakat, pengawasan, dan program rehabilitasi. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi beban lembaga pemasyarakatan tetapi juga memungkinkan pelaku untuk tetap produktif dan mempertahankan ikatan sosialnya dengan masyarakat.¹⁰

Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum, diversi menjadi kewajiban yang harus diupayakan pada setiap tahap proses peradilan pidana. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengutamakan kepentingan terbaik anak dan menghindarkan mereka dari stigmatisasi serta dampak negatif proses peradilan formal.¹¹

3. Pencegahan Kejahatan Berbasis Masyarakat

Non penal policy juga diwujudkan melalui berbagai program pencegahan kejahatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pendekatan ini mengakui bahwa kejahatan memiliki penyebab yang kompleks dan memerlukan solusi multi-sektoral.¹² Program-program seperti community policing, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan anti-korupsi, dan peningkatan kesadaran hukum merupakan contoh implementasi non penal policy dalam pencegahan kejahatan.

Dalam konteks pencegahan korupsi, misalnya, non penal policy diwujudkan melalui pengawasan ketat dan intensif dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta dalam proses mutasi jabatan untuk mencegah nepotisme.¹³ Upaya preventif ini dinilai lebih strategis karena dapat menghilangkan faktor-faktor kondusif yang menyebabkan terjadinya kejahatan.

Tantangan dan Prospek Implementasi

Meskipun non penal policy menawarkan pendekatan yang lebih humanis dan efektif, implementasinya di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan restorative justice seringkali bergeser menjadi sekadar cara untuk menghentikan perkara tanpa memperhatikan hak-hak korban yang seharusnya dipulihkan.¹⁴ Bahkan, mekanisme restorative justice pernah dicurigai menjadi komoditas bagi aparat penegak hukum.

Tantangan lainnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsep non penal policy dan resistensi dari mereka yang masih percaya bahwa pemidanaan yang berat adalah satu-satunya cara efektif untuk menanggulangi kejahatan. Padahal, studi menunjukkan bahwa restorative justice dapat mengurangi residivis hingga 27% dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi bagi korban.¹⁵

Namun demikian, prospek pengembangan non penal policy di Indonesia tetap cerah. Kodifikasi KUHP baru yang telah disahkan pada Desember 2022 memberikan ruang yang lebih luas untuk implementasi alternatif pemidanaan dan pendekatan restoratif.¹⁶ Selain itu, kearifan lokal Indonesia yang kaya dengan mekanisme penyelesaian konflik secara adat dapat menjadi modal sosial yang berharga dalam pengembangan non penal policy yang sesuai dengan konteks Indonesia.

Kesimpulan

Non penal policy merupakan pendekatan alternatif yang sangat penting dalam sistem peradilan pidana modern. Dengan fokus pada pencegahan, rehabilitasi, dan restorasi, pendekatan ini menawarkan solusi yang lebih komprehensif dan manusiawi dibandingkan dengan pendekatan penal konvensional. Implementasi non penal policy di Indonesia, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan, menunjukkan perkembangan yang positif dengan dukungan regulasi dan kesadaran yang semakin meningkat tentang pentingnya pendekatan alternatif dalam penanggulangan kejahatan.

Untuk optimalisasi implementasi non penal policy, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat sipil, dan akademisi. Pendidikan dan sosialisasi yang berkelanjutan, pengembangan kapasitas aparat penegak hukum, serta evaluasi yang sistematis terhadap program-program non penal policy yang telah dijalankan menjadi kunci keberhasilan pendekatan ini dalam menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil, efektif, dan beradab.


Catatan Kaki

¹Fanani Mardasabessy, Bambang Sugiri, dan Herlina Ratnohadi, "Non-Penal Policy in Prosecution Termination (Reconstructing Criminal Law Through Restorative Justice)," IBLAM Law Review 5, no. 2 (2025): 34-42, https://doi.org/10.52249/ilr.v5i2.605.

²Jan van Dijk dan Jaap de Waard, "A Two-Dimensional Typology of Crime Prevention Projects: With a Bibliography," Criminal Justice Abstracts 23 (1991): 483, dikutip dalam UNODC, "Crime Prevention & Criminal Justice Module 2 Key Issues: 1- Definition of Crime Prevention," https://www.unodc.org/e4j/zh/crime-prevention-criminal-justice/module-2/key-issues/1--definition-of-crime-prevention.html.

³Ibid.

⁴UNODC, "Crime Prevention," https://www.unodc.org/unodc/justice-and-prison-reform/cpcj-crimeprevention-home.html.

⁵Eva Achjani Zulfa, "Restorative Justice in Indonesia: Traditional Value," Indonesia Law Review 1, no. 2 (2011): artikel 3, https://scholarhub.ui.ac.id/ilrev/vol1/iss2/3/.

⁶Ibid.

⁷Mahfud Jufri, Norbani Mohamed Nazeri, dan Saroja Dhanapal, "Restorative Justice: An Alternative Process for Solving Juvenile Crimes in Indonesia," Brawijaya Law Journal 6, no. 2 (2019): 157-169, https://doi.org/10.21776/ub.blj.2019.006.02.03.

⁸The Asia Foundation, "Indonesia: The Road to Restorative Justice," 28 Agustus 2024, https://asiafoundation.org/indonesia-the-road-to-restorative-justice/.

⁹UNODC, "Prison and Penal Reform: The Need for Change," https://www.unodc.org/unodc/en/justice-and-prison-reform/prison-reform-and-alternatives-to-imprisonment.html.

¹⁰Ibid.

¹¹Jufri, Nazeri, dan Dhanapal, "Restorative Justice."

¹²UNODC, "Crime Prevention."

¹³"Non-Penal Policy in Managing Criminal Acts of Bribery and Nepotism Corruption," ResearchGate, 31 Juli 2022, https://www.researchgate.net/publication/362380207_NON-PENAL_POLICY_IN_MANAGING_CRIMINAL_ACTS_OF_BRIBERY_AND_NEPOTISM_CORRUPTION.

¹⁴"The Chaos of Restorative Justice," Kompas.id, 11 Desember 2024, https://www.kompas.id/artikel/en-karut-marut-keadilan-restoratif.

¹⁵Rinaldi Ikhsan Nasrulloh, "Indonesia Should Promote Restorative Justice and Send Fewer People to Prison," The Conversation, 8 Maret 2023, https://theconversation.com/indonesia-should-promote-restorative-justice-and-send-fewer-people-to-prison-101276.

¹⁶Simon Butt dan Tim Lindsey, "Indonesia's New Criminal Code: Indigenising and Democratising Indonesian Criminal Law?" Griffith Asia Law Journal (2023), https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10383441.2023.2243772.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Yuridis Pemberian Abolisi dan Amnesti: Studi Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto dalam Perspektif Hukum Tata Negara Indonesia

  Analisis Yuridis Pemberian Abolisi dan Amnesti: Studi Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto dalam Perspektif Hukum Tata Negara Indonesia...