Skip to main content

HAM BERKAITAN DENGAN ETIKA PROFESI HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak kodrat moriil yang merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak ia dilahirkan ke muka bumi, dimana hak tersebut bersifat langgeng dan universal. Karena hak tersebut bukan diberikan oleh negara atau pemerintah kepada setiap warga negara dimanapun dia hidup, oleh karenanya hak tersebut harus dihormati oleh siapapun dan dilindungi oleh hukum itu sendiri.
Melihat bahwa, sama halnya seperti Hak Asasi Manusia, kesadaran etis sesungguhnya telah ada dalam diri manusia sejak lahir. Kesadaran etis ini berada di level hati dimana dapat dirasakan dan mudah untuk dikeluarkan. Namun manusia juga bisa terdorong oleh kesadaran etis yang masih ada di luar dirinya.
Lalu Penegak Hukum dengan memiliki Etika Profesinya sebagai penjamin Hak Asasi Manusia dan Hukum itu sendiri menjamin Hak Asasi Manusia. Maka kami akan membahas bagaimana hubungan Etika Profesi Hukum itu sendiri berkaitan dengan Hak Asasi Manusia

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tinjauan Umum Tentang Hak Asasi Manusia.?
2. Bagaimana Tinjauan Umum Tentang Etika Profesi Hukum.?
3. Bagaimana Hubungan Hak Asasi Manusia dengan Etika Profesi Hukum.?





BAB I
PEMBAHASAN

1. Tinjauan Umum Tentang Hak Asasi Manusia
Secara umum hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak dasar. Hak itu ada pada setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan. Dalam Tap. MPR No.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun. Jadi, segala hak yang berakar dari martabat, harkat, serta kodrat manusia adalah hak yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja. Hak itu tidak tergantung pada pengakuan manusia, negara, dan masyarakat lain. Hak ini diperoleh manusia dari Penciptanya dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia berjalan secara perlahan dan beranekaragam, antara lain dapat disebut Magna Charta (1215), Bill of Right (1689) di Inggris. Dalam abad ke-  18 timbul ajaran yang menyatakan bahwa kekuasaan raja dibatasi oleh hak warga Negara, yang utama adalah hak kemerdekaan yang ada pada setiap warga Negara, sedangkan kekuasaan raja adalah nomor dua, karena bertugas untuk melindungi hak kebebasan warga negaranya. Ajaran inilah yang memberi semangat terhadap “Declaration of Independence of the United States” tahun 1776.
Perkembangan di Amerika itu mempengaruhi “Declaration des Droits de I Homme et’du Citoyen” (1789) di Perancis yang menyatakan, bahwa semua manusia lahir bebas dan tetap tinggal bebas dengan hak sama. Atas dasar pernyataan itu, maka diproklamirkan hak asasi manusia dan warga negara secara rinci. Puncak kesadaran akan hak asasi manusia terdapat`dalam Piagam “Universal Declaration of Human Right” (1948) di PBB, meskipun kadang kala tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, termasuk di negara-negara maju. Kalaupun ada negara yang tidak memasukkan hak asasi tersebut dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan berbagai sebab, namun secara moral Piagam PBB itu mengikat. Pengurangan atau peniadaan hak tersebut di berbagai negara, oeleh negara yang bersangkutan diberi alasan keadaan istimewa yang memaksa, antara alain keamanan,pertahanan, ketertiban, atau dalih lainnya.
Istilah “Hak Asasi” memang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun substansi hak asasi itu cukup banyak terdapat dalam pembukaan, Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Hendaklah diperhatikan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tiga tahun lebih dahulu daripada “Universal Declaration of Human Right” tahun 1948. Namun demikian dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya dalam zaman orde baru pelaksanaan hak asasi manusia kurang memuaskan sesuai dengan UUD 1945, sehingga kurang dapat mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, setela rezim Soeharto dengan memasuki tuntutan reformasi, maka lembaga tertinggi negara (MPR) telah merumuskan hak asasi manusia itu dlam ketetapan, yang kemudian ditetapkan dalam Perubahan kedua UUD 1945.
Dalam Ketetapan MPR NO.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia dengan sistematikanya, yaitu sebagai berikut.
1.  Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia
2.  Piagam hak asasi manusia.
Dalam ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa usaha bangsa Indonesia  merumuskan Hak Asasi Manusia, khususnya setelah kemerdekaan, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus d ihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” UUD 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok. Termasuk hak asasi manusia.
2. Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. kedua konstitusi itu mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam bidang konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.
3. Dengsn tekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada sidang MPR tahun 1966 telah ditetapkan Tap. MPRS No.XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Rencana pada sidang MPR tahun 1968 akan dibahas, tetapi sidang MPR 1968 tidak jadi membahas karena masalah yang mendesak berkaitan dengan rehabilitas dan konsolidasi nasional setelah G30S/PKI.
4. Berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia
Dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia telah dinyatakan  pula sikap dan pandangan bangsa Indonesia terhadap “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) PBB tahun 1948, bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab unutk menghormati ketentuan yang tercantum dalm deklarasi tersebut. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia yang ditetapkan oleh MPR dengan Tap. MPR No.XVII/MPR/1988 terdiri atas 10 bab dengan 44 pasal, yaitu sebagai berikut.
1.  Hak untuk hidup
2.  Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3.  Hak Mengembangkan Diri
4.  Hak Keadilan
5.  Hak Kemerdekaan
6.  Hak atas Kebebasan Informasi
7.  Hak Keamanan
8.  Hak Kesejahteraan
9.  Kewajiban
10.  Perlindungan dan Kemajuan
Materi hak asasi manusia ditetapkan kembali dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dengan membuat suatu bab tersendiri, yaitu   tentang hak asasi manusia yang terdiri atas 10 pasal (pasal 28a, 28b, 28c, 28d, 28e, 28f, 28g, 28h, 28i, 28j). Disamping pasal tentang hak asasi tersebut  di atas Perubahan Kedua UUD 1945 telah merubah Pasal 30, yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Sedangkan ketentuan tentang agama (Pasal 29), pendidikan dan kebudayaan (Pasal 31), perekonomian nasional dan kesejahteraan social (pasal 33), dibahas dalam sidang tahunan MPR 2002. hasilnya Pasal 29 tetap seperti aslinya, sedangkan pasal yang lain mengalami perubahan.

2. Tinjauan Umum Tentang Etika Profesi Hukum
Pengertian Etika
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. menurut Aristoteles  denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia.
Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan  yang masuk dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Fungsi Etika
Di era modernisasi dengan segala kecanggihan yang membawa perubahan dan pengaruh terhadap nilai-nilai moral, adanya berbagai pandangan ideologi yang menawarkan untuk menjadi penuntun hidup tentang bagaimana harus hidup dan tentunya kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral sehingga bingung harus mengikuti moralitas yang mana, untuk itu sampailah pada suatu fungsi utama etika, sebagaimana disebutkan Magnis Suseno yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan.

Pengertian Profesi
Profesi dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. jenis profesi yang dikenal antara lain: profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi pendidikan (guru). Menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah:
a) suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas;
b) suatu teknis intelektual;
c) penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ;
d) suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e) beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f) kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g) asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;
h) pengakuan sebagai profesi;
i) perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j) hubungan erat dengan profesi lain.

Etika Profesi
Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagia anggota umat manusia (Magnis Suseno et.al., 1991 : 9). untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah :
1. Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
2. Sadar akan kewajibannya, dan
3. Memiliki idealisme yang tinggi.

Profesi Hukum
Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu Negara. Profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.

Etika Profesi Hukum
Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi hukum yaitu : Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad, pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.
Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah, pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro maupun makro diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima, dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh pada norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat berlangsung dengan baik.
Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi pembahasan utama dengan tulisannya yang berjudul "Ethika Nicomachela". Aristoteles berpendapat bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan orang lain. Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika berkaitan dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang pada etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan untuk melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan.
Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. Keduanya memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memeng menyebutkan demikian. Sementara keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa titik temu antara etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-perilaku manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan etika yang menentukannya. ada keharusan, perintah dan larangan, serta sanksi-sanksi.
Peran dari kode etik profesi hukum diantaranya yaitu:
a. Membatasi Perilaku Penegakan hukum oleh Aparat penegak hukum
b. Memberikan bagaimana petunjuk yang benar dalam beracara hukum
c. Mengurangi adanya pengadilan sesat dan proses hukum yang salah
d. Menciptakan disiplin tata kerja
e. Menjaga dan meningkatkan kualitas moral
f. Menjaga dan mengingkatkan kualitas keterampilan teknis
g. Melindungi kesejahteraan materiil dari para pengemban profesi


3. Hubungan Hak Asasi Manusia dengan Etika Profesi Hukum
Dalam hakikat atau prinsipnya, Hak Asasi Manusia tidak bisa dilepaskan atau dipisahkan dari etika. Ketika seseorang melanggar Hak Asasi Manusia seorang lainnya, maka dia melanggar etika. Kaitan etika dengan hukum adalah ketika seseorang dinyatakan secara sah dan menyakinkan melanggar hukum maka secara otomatis ia juga melanggar etika. Tetapi sebaliknya apabila ia melanggar etika atau kode etik profesi, belum tentu ia melanggar hukum.
Hak asasi manusia dapat dibatasi oleh etika, misalnya: merupakan hak setiap orang untuk minum ketika ia merasa ingin untuk minum, tetapi ketika seseorang lainnya sedang berpuasa, orang yang memiliki etika tidak akan minum atau makan didepan orang yang berpuasa tersebut karena ia menghargai dan memiliki etika. Setiap orang harus menghormati dan menghargai hak orang lain, tidak boleh mencampuri hak apalagi merebut, menghilangkan hak orang lain.
Hal ini bahkan diatur di konstitusi kita yaitu didalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28 J ayat (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Etika Hukum, menurut Kansil, baik yang umum maupun yang bersifat khusus berupa profesional ethics, merupakan bentuk pegangan konkrit daripada aturan ethika, moral dan agama.
Hukum akan menjadi terlihat tabu apabila hanya terpaku pada aturan tertulis semata, tanpa melihat dan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat sehingga cita dari pada bangsa tidak tercapai sepenuhnya. Sehingga moralitas para penegak hukum menjadi gerbang dalam melihat penerapan peraturan yang hidup berdampingan dalam masyarakat. Antara teori dan fakta konkrit di lapangan memang terlihat tidak sesuai, peraturan mengamanahkan seperti ini, implementasinya seperti itu.
Dalam penerapan peraturan yang dikejar bukan hanya efisiensinya, melainkan juga efektifitasnya. Jika efisensi yang diutamakan, tidak menutup kemungkinan dalam penerapan peraturan bisa-bisa terjadi pelanggaran HAM disana. Mengapa tidak, hal ini bisa saja terjadi, orang yang disangkakan akan dijadikan objek dari pada hukum itu sendiri, disuruh untuk mengakui perbuatannya, padahal ia belum tentu bersalah.
Hal ini bisa dilihat ketika seorang yang kepergok mencuri ayam dan lari, kemudian dianggap menyulitkan kerja dari pada polisi, kemudian ditembak dengan alasan melarikan diri. Belum lagi ketika ia berada di sel tahanan yang disitu dia diadili habis-habisan, disuruh mengakui salah perbuatannya itu, tanpa mendengarkan alasan mengapa ia melakukan kejahatan tersebut.
Padahal seharusnya seseorang yang diduga atau disangka melakukan suatu tindak pidana harus dijunjung tinggi hak asasinya. Dalam artian pihak penyidik dalam hal ini polisi dan pejabat PPNS harus tunduk kepada prinsip due process of law yaitu bahwa setiap tersangka berhak disidik di atas landasan yang sesuai dengan hukum acara. Tidak boleh sewenang-wenang apalagi melakukan proses pemaksaan keterangan dengan melanggar Hak Asasi Manusia dan etika itu sendiri.
Atas dasar UU No.39 tahun 1999 tentang HAM juncto pasal 117 ayat (1) UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP maka sangat tidak dibenar jika ada Polisi (Penyidik) dalam menjalankan tugasnya menangkap orang yang diduga atau disangka bersalah, kemudian memaksanya untuk mengakui kesalahannya dengan cara-cara, intimidasi, pemaksaan, pemukulan, penyiksaan. Apalagi hal tersebut dilakukan tanpa memberikan kesempatan kepada yang ditangkap tersebut untuk menggunakan haknya mendapatkan bantuan hukum sebelum yang bersangkutan secara resmi diperiksa.
























BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Salah satu aspek penting dalam rangka penegakan hukum adalah proses pembudayaan, pemasyarakatan, dan pendidikan hukum. Tanpa didukung oleh kesadaran, pengetahuan dan pemahaman oleh para subjek hukum dalam masyarakat, mustahil suatu norma dan etika profesi hukum dapat diharapkan tegak dan ditaati. Karena itu, pembudayaan, pemasyarakatan dan pendidikan hukum ini perlu dikembangkan tersendiri dalam rangka perwujudan negara hukum yang baik.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak kodrat moriil yang merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak ia dilahirkan ke muka bumi, dimana hak tersebut bersifat langgeng dan universal. Karena hak tersebut bukan diberikan oleh negara atau pemerintah kepada setiap warga negara dimanapun dia hidup, oleh karenanya hak tersebut harus dihormati oleh siapapun dan dilindungi oleh hukum itu sendiri.
Dengan telah ditandatanganinya oleh Pemerintah Indonesia tentang “Deklarasi Universal” tentang HAM di PBB, maka Pemerintah Indonesia terikat secara hukum menghormati Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang tinggal dan hidup di Negara Indonesi. Dan dengan lahirnya Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM, maka Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan hukum terikat harus menghormati hak-hak asasi manusia. Sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 2 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia yang harus dilindungi, dihormati dan ditegakkan.
Dalam hakikat atau prinsipnya, Hak Asasi Manusia tidak bisa dilepaskan atau dipisahkan dari etika. Ketika seseorang melanggar Hak Asasi Manusia seorang lainnya, maka dia melanggar etika. Kaitan etika dengan hukum adalah ketika seseorang dinyatakan secara sah dan menyakinkan melanggar hukum maka secara otomatis ia juga melanggar etika. Tetapi sebaliknya apabila ia melanggar etika atau kode etik profesi, belum tentu ia melanggar hukum. Hak asasi manusia dapat dibatasi oleh etika, misalnya: merupakan hak setiap orang untuk minum ketika ia merasa ingin untuk minum, tetapi ketika seseorang lainnya sedang berpuasa, orang yang memiliki etika tidak akan minum atau makan didepan orang yang berpuasa tersebut karena ia menghargai dan memiliki etika. Setiap orang harus menghormati dan menghargai hak orang lain, tidak boleh mencampuri hak apalagi merebut, menghilangkan hak orang lain.
Atas dasar UU No.39 tahun 1999 tentang HAM juncto pasal 117 ayat (1) UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP maka sangat tidak dibenar jika ada Polisi (Penyidik) dalam menjalankan tugasnya menangkap orang yang diduga atau disangka bersalah, kemudian memaksanya untuk mengakui kesalahannya dengan cara-cara, intimidasi, pemaksaan, pemukulan, penyiksaan. Apalagi hal tersebut dilakukan tanpa memberikan kesempatan kepada yang ditangkap tersebut untuk menggunakan haknya mendapatkan bantuan hukum sebelum yang bersangkutan secara resmi diperiksa.

2. Saran
Dalam proses penegakan hukum di Indonesia, para aparat penegak hukum seharusnya dalam menjalankan tugasnya haruslah menjunjung tinggi nilai etika, moral, kode etik profesi serta Hak Asasi Manusia, sehingga dapat memberikan kemashlahatan bagi masyarakat, dan dapat mencapai tujuan dari hukum itu sendiri yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Alangkah indahnya negeri ini apabila setiap orang yang berprofesi hukum memiliki etika dalam berbangsa dan bernegara dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.








DAFTAR PUSTAKA
Magnis-Suseno F.1985. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Jakarta: Kanisius
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Kansil, C.S.T. 1976. Pendidikan Moral Pancasila. Jakarta: Balai Pustaka
http://www.kantorhukum-lhs.com/1?id=HAM-dalam-Peranan-Advokat diakses pada tanggal 12 Oktober 2013 pukul 21.07 WIB
http://toriqtortor.blogspot.com/2012/10/peran-kode-etik-dalam-berprofesi-hukum.html diakses tanggal 10 oktober 2013 pukul.08.00 WIB

Comments

Popular posts from this blog

Resume Isu Hukum - Prof. Peter Mahmud

ISU HUKUM  A. Mengidentifikasi Isu Hukum Isu hukum mempunyai posisi sentral di dalam penelitian hukum, seperti halnya posisi permasalahan di dalam penelitian bukan hukum, isu hukum harus dipecahkan dalam penelitian hukum. Dalam penelitian hukum harus dijawab terlebih dahulu, apakah masalah yang akan diteliti tersebut merupakan isu hukum. Sebuah masalah yang kelihatannya konkrit belum tentu merupakan sebuah isu hukum.  Isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, dimana hubungan tersebut dapat bersifat fungsional, kausalitas (proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang lainnya), maupun yang satu menegaskan yang lainnya.  Untuk memahami isu hukum perlu pemahaman mengenai ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran dogmatik hukum, sesuatu merupakan isu hukum apabila masalah itu berkaitan dengan ketentuan hukum yang relevan dan fakta yang dihadapi. Menurut penelitian tataran teori

PERMASALAHAN HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN PENDEKATAN HUKUM PROGRESIF

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1                Latar Belakang Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dimana sifat Welas Asih dan Rahmat dapat menjadi "panutan". Sifat Ar-Rohman (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya (manusia), sedangkan sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) berarti bahwa Allah selalu merupakan Rahmat yang menyebabkan Allah selalu melimpahkan Rahmat-Nya. Berawal dari itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan hati nurani oleh karena itu selalu di dunia ini memancarkan sifat Welas Asih dan Rahmat baik kepada sesama manusia, sesama makhluk dan alam semesta, sehingga memberikan "Rahmatan Lil Alamin" bagi seluruh alam semesta. Setiap orang yang bisa berpikir jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya di bumi ini bukan atas kehendak bebasnya sendiri, bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk dihormati, bukan untuk dipermalukan. [1]

Jasa Pembuatan Jurnal Ilmiah (Sinta dan Scopus)

  Jasa Pembuatan Tulisan Hukum berupa pembuatan Naskah Jurnal ilmu hukum yang dikerjakan langsung oleh Akademis Hukum tamatan FH USU dan MH UI.  Jurnal yang kami kerjakan dijamin tidak copy paste, sesuai dengan metode penulisan hukum dan akan kami buat dengan landasan teori hukum. Karena kami tidak ingin Tesis anda hanya asal jadi saja. Kami juga memiliki penyediaan referensi yang terbaru, dengan fasilitas jurnal dan perpustakaan FH UI yang dapat kami gunakan Untuk lebih meyakinkan anda bahwa kami telah berpengalaman, silahkan cek IG kami @jasapenulisanhukum Jurnal yang disarankan oleh dikti untuk publikasi sebenarnya ada 2 yaitu jurnal nasional dan jurnal internasional. Jika jurnal nasional yang anda pilih maka harus terindex Sinta dan terakreditasi. Jika internasional yang anda pilih setidaknya harus terindex Scopus tetapi sangat berat untuk memasuki scopus ini. Selain itu anda juga harus berhati hati karena scopus pun juga ada yang predator atau jurnal abal- abal. Tetapi untuk S