Notaris
sebagai Pejabat Umum
Nama
notariat berasal dari nama Notarius, yaitu nama pada jaman romawi yang
diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis.[1]
Lembaga notariat yang dikenal sekarang ini dimulai pada abad ke-11 atau ke-12
di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa di Italia Utara. Daerah inilah
yang merupakan tempat asal dari notariat yang dinamakan “Latijnse Notariaat”,
yang tanda-tandanya tercermin dalam diri Notaris yang diangkat oleh penguasa
umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya (honorarium)
dari masyarakat umum pula.[2]
Kedudukan
Notaris sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ negara yang
mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas,
kewajiban, wewenang dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum di
bidang Keperdataan.[3]
Istilah
Pejabat Umum dapat dilihat dalam Pasal 1868 KUHPer dan Pasal 1 angka 1 UUJN Baru.
Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya”.
Pegawai-pegawai
umum atau Pejabat Umum tersebut salah satunya adalah Notaris, dijelaskan dalam
Pasal 1 angka 1 UUJN Baru:
“Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya seagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan
Undang-Undang lainnya”
Dalam
Black’s Law Dictionary Notaris atau Notary Public diartikan sebagai:[4]
“Notary
public, often shortened to notary is a person authorized by a state to administer
oaths, certify documents, attest to the authenticity of signatures, and perform
official acts in commercial matter, such as protesting negotiable instruments”
Berdasarkan
ketentuan tersebut di atas, Notaris dikualifikasikan sebagai Pejabat Umum yang
berwenang membuat akta otentik, dan akta merupakan formulasi keinginan atau
kehendak (wilsvorming) para pihak yang dituangkan dalam akta Notaris yang
dibuat di hadapan atau oleh Notaris, dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam UUJN.[5]
Definisi
yang diberikan oleh UUJN di atas merujuk pada tugas dan wewenang yang
dijalankan oleh Notaris. Artinya Notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum
dan memiliki wewenang untuk membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang
diatur oleh UUJN. Dengan diangkatnya seorang Notaris oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia, maka seorang Notaris dapat menjalankan tugasnya dengan bebas,
tanpa dipengaruhi oleh badan eksekutif atau badan lainnya. Maksud kebebasan
disini adalah supaya profesi Notaris nantinya tidak akan takut untuk
menjalankan jabatannya, sehingga dapat bertindak netral dan independen. [6]
Notaris
dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: [7]
1.
Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
2.
Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris;
3.
Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan;
4.
Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris;
5.
Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu
pengetahuan hukum dan kenotariatan;
6.
Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara;
7.
Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat
yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;
8.
Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari;
9.
Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan
pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm, atau 200 cm x 80 cm, yang
memuat:
a.
Nama lengkap dan gelar yang sah;
b.
Tanggal dan nomor surat keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris;
c.
Tempat kedudukan;
d.
Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan
huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah
dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk
pemasangan papan nama dimaksud.
10.
Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan
oleh perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh
keputusan perkumpulan;
11.
Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib;
12.
Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal
dunia;
13.
Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan
perkumpulan;
14.
Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan
akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah;
15.
Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas
jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat
secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta
selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim;
16.
Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status
ekonomi dan/atau status sosialnya;
17.
Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk
ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang
tercantum dalam:
a.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
b.
Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris;
c.
Isi sumpah jabatan Notaris;
d.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
Sebagai
pejabat umum, Notaris seharusnya:[8]
a.
Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan
sebaik-baiknya;
b.
Menyelesaikan akta sampai tahap pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan
pengumuman dalam Berita Negara, apabila klien yang bersangkutan dengan tegas
menyatakan akan menyerahkan pengurusannya kepada Notaris yang bersangkutan dan
klien memenuhi syarat-syarat yang diperlukan;
c.
Memberitahu kepada klien perihal selesainya pendaftaran dan pengumuman, dan
atau mengirim kepada atau menyuruh mengambil akta yang sudah didaftar atau
Berita Negara yang sudah selesai dicetak tersebut oleh klien yang bersangkutan;
d.
Memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat menyadari hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dan anggota masyarakat;
e.
Memberikan jasa kepada anggota masyarakat yang kurang mampu dengan cuma-cuma;
f.
Dilarang menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu membuat akta
kepada Notaris yang menahan berkas tersebut;
g.
Dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani
akta buatan orang lain sebagai akta buatan Notaris yang bersangkutan;
h.
Dilarang mengirim Minuta kepada klien atau klien-klien untuk ditanda tangani oleh
klien atau klien-klien yang bersangkutan;
i.
Dilarang membujuk-bujuk atau dengan cara apapun memaksa klien membuat akta
padanya, atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari Notaris lain;
j.
Dilarang membentuk kelompok dalam tubuh INI dengan tujuan untuk melayani
kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/eksklusif, apalagi
menutup kemungkinan anggota lain untuk berpartisipasi.
Notaris
merupakan suatu jabatan publik yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:[9]
1.
Sebagai Jabatan
UUJN
merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya
aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di
Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus
mengacu kepada UUJN.
Jabatan
Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan
Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang
sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu
(kewenangan) tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan
pekerjaan tetap.
2.
Notaris mempunyai kewenangan tertentu
Setiap
wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya. Sebagai
batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan dengan
wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris)
melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat
dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar wewenang. Wewenang notaris hanya
dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) UUJN.
3.
Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah
Pasal
2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah,
dalam hal ini Menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN),
Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh
pemerintah, tidak berarti Notaris sebagai subordinasi (bawahan) yang
mengangkatnya pemerintah.
Dengan
demikian Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya:
a.
Bersifat mandiri (autonomous);
b.
Tidak memihak siapapun (impartial);
c.
Tidak tergantung kepada siapapun (independent), yang berarti dalam tugas dan
jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak
lain.
4.
Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya
Notaris
meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tapi tidak menerima gaji
ataupun pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari
masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma
untuk mereka yang tidak mampu.
5.
Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat
Kehadiran
Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum
(akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung
jawab untuk melayani masyarakat yang menggugat secara perdata Notaris, dan
menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat
dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini
merupakan akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.
[1] R. Soegondo Notodisoerjo, “Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan)”, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993), hlm. 13.
[4] Bryan A. Garner, “Black’s Law Dictionary”, (United States Of
America: West a ThomsonBusiness, 2004), hlm. 1087.
[5] Habib Adjie, “Hukum Notaris Indonesia”, (Bandung: PT Refika Aditama,
2011), hlm. 14.
[6] Doddy Radjasa Waluyo, “Hanya Ada Satu Pejabat Umum Notaris”,
Media Notaris, Tahun 2001,
hlm. 41.
[7]
Kongres Luar Biasa Ikatan
Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28 Januari 2005, Ps. 3 tentang
Kewajiban.
[8] Doddy Radjasa Waluyo, “Kewenangan Notaris Selaku Pejabat
Umum”, Media Notariat (Menor) edisi Oktober-November 2001, hlm. 62.
Comments
Post a Comment